Ibuku adalah kontradiksi berjalan. Aku baru mengetahuinya setelah aku menginjak puber. Tentu saja untuk dapat mencapai pemahaman mengenai sifat ibuku yang sejati itu, perlu proses yang panjang yang perlu kulewati dalam kehidupan kami sekeluarga. Namun, dengan waktu yang lama dan pemikiran yang dalam, aku dapat mengerti karakter ibuku yang sebenar-benarnya.

Pribadi ibu penuh dengan kontradiksi. Namun, pribadi semacam inilah yang sangat menarik, bagiku. karena pribadi ibu yang seperti inilah, aku dapat mencapai kebahagiaan yang sangat amat jarang orang lain dapat temukan di dalam kehidupan yang fana ini.

Dari pribadi ibu yang kontradiksi ini, kisah perjalanan hidupku menjadi sangat menarik, mendebarkan dan memuaskan. Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara, aku dan kakak perempuanku. Namaku Hadiguna, panggil saja Hadi. Kakakku bernama Dian, ibuku bernama Widyawati atau dipanggil ibu Wiwi.

Ayahku adalah TKI di Hongkong bernama Anwar. Kakakku usianya lebih tua tiga tahun daripadaku. Saat aku SMP kelas satu, aku berusia 13 tahun, kakakku 16 tahun dan ibuku 34 tahun. Ketika aku masih kecil, ibuku sangat menyayangiku.

Ibu selalu membelaku bila aku bertengkar dengan Kakakku, bahkan kadang walaupun aku salah, ibu tetap membelaku dan memarahi kakakku itu. Bila aku nakal, ibu akan memarahiku, namun ia tidak pernah memukulku bahkan ibu tidak pernah menghukumku. Ini mungkin yang menyebabkan aku menjadi anak lelaki yang manja.

Ketika aku masih di Sekolah Dasar, aku bandel sekali sehingga ibuku seringkali dipanggil ke sekolah untuk berbicara dengan guru ataupun kepala sekolah. Ibu akan memarahiku di depan guru-guru dan kepala sekolah dan selalu berkata ia akan menghukumku lebih berat ketika nanti kami sudah di rumah.

Namun, ketika kami sampai di rumah, Ibu seakan lupa apa yang ia janjikan di depan guru-guru sebelumnya dan tidak menghukumku sama sekali. Lucunya, aku malah mengikuti nasehat ibu dan berusaha agar kenakalanku sebisa mungkin tidak terdeteksi oleh guru.

Aku tidak mau membuat ibu malu, toh ibuku selalu membelaku tak peduli aku benar atau salah. sehingga, frekuensi ibu mengunjungi sekolah menjadi berkurang drastis setelah itu. Lanjut ke Kelas 4 aku masih anak sekolah bandel dengan kenakalan anak-anak yang lumrah dan biasa saja.

Barulah ketika kelas 5, teman-teman laki-lakiku mengenalkan aku kepada dunia perlendiran. Waktu itu DVD yang sedang ngetrend, dan hampir semua orang punya DVD di rumah. teman-temanku ini mengenalkan aku kepada DVD bokep dengan variasi yang beragam.

Ada temanku yang menyukai film jepang, ada yang suka film barat, ada yang suka genre pemerkosaan, ada yang suka genre gangbang dan lain sebagainya. Aku sendiri sangat suka genre MILF. wanita-wanita dewasa di atas 30 an bagiku sangat seksi dan matang sekali.

Dan karena sering mencari di Glodok namun seringkali tertipu juga (cover dan isi berbeda), maka aku membujuk ayahku untuk memasang internet menggunakan fiber optic di rumah. dan semenjak saat itu, aku dapat secara bebas browsing mencari film porno yang kusuka.

Waktu kelas 6 aku menemukan inses. Aku ingat saat itu aku mendapatkan klip film (bukan film yang lengkap) mengenai MILF yang dibintangi Jodi West, aktris yang stw namun seksi sekali. berhubung filmnya hanya klip, maka film itu tidak dari awal, melainkan langsung ketika para aktornya berhubungan seks.

Aku terkejut, dan seharusnya aku merasa mual. tetapi melihat Jodi West yang seksi dan cantik itu sedang digarap anak muda sambil keduanya mengucapkan kata-kata vulgar dicampur dengan panggilan “son” dan “mom” berkali-kali, malah membuat kontolku lebih cepat mengeluarkan sperma! Aku merasa tidak percaya bahwa hubungan terlarang yang digambarkan di film itu tidak membuat aku jijik sama sekali, bahkan membuat aku orgasme!

Selama beberapa hari aku menengangkan diri dan berusaha mencari jawaban dari apa yang sedang aku alami. Namun, setiap kali aku teringat ucapan anak muda itu… “mom” sambil mengocok-ngocoks kemaluannya di dalam kemaluan perempuan yang dipanggilnya “mom” itu. dan aku selalu menjadi bernafsu membayangkan film vulgar itu lagi.

Ketika di rumah, aku jadi memperhatikan ibu. apakah ini menunjukkan bahwa secara tidak sadar, aku mengingini ibuku sendiri? Ibuku cukup tinggi badannya, yaitu 172 cm. Dengan kulit coklat terang mengarah ke kuning langsat. pinggul ibu besar dengan perut sedikit cembung yang kelihatan bila memakai baju ketat, di hiasi dua payudara yang cukup besar berukuran 38 B.

Tubuh ibuku tidak kurus, tetapi terlihat sekal di bagian tangan, paha apalagi pantatnya. wajahnya tidaklah secantik artis terkenal, tetapi bagiku wajah ibu yang paling menarik di seluruh sedunia, karena ibu selalu menyayangiku dan selalu ada bagiku.

Aku menyukai setiap jengkal wajahnya, dengan hidung yang agak pesek dan mata yang lebar, bibir yang tipis di atas dagu yang kokoh, berhiaskan dua buah lesung pipit bila tersenyum, adalah wajah yang selalu membuatku merasa nyaman dan damai.

Barulah mataku terbuka akan keindahan ibu kandungku sendiri itu. Saat itu ingin sekali aku melihat tubuh ibu tanpa busana. aku menjadi horni mendadak, sehingga buru-buru aku ke toilet untuk melepaskan birahiku di sana.

Ketika aku kelas 1 SMP, aku berniat mengintip ibu ketika mandi, namun kami memiliki dua kamar mandi. satu di kamar orangtuaku, satu di lantai bawah yang dipakai aku dan kakakku. Sayang sekali setiap kali ibu mandi, ia selalu mengunci kamar mandinya, sehingga aku rencana itu gagal. Tetapi, aku tidak menyerah begitu saja.

Bila satu pintu tertutup, carilah pintu lain. Setelah aku memutar otak, maka aku mendapatkan akal bulus lain yang membutuhkan keberanian besar. Butuh waktu yang lama (sekitar sebulan) untuk memunculkan keberanianku dan akhirnya aku pun memutuskan untuk mencobanya sekali.

Fakta bahwa ibuku sangat menyayangiku bahkan lebih kalau dibandingkan kepada kakakku, yang membuat aku memutuskan untuk melaksanakan recanaku itu.

Setahun lebih berlalu semenjak aku mengetahui mengenai inses. Setahun lebih aku bergulat untuk memutuskan apakah yang aku lakukan ini benar atau salah.

Setahun lebih pula akhirnya aku memutuskan untuk membuat rencana yang kuharap nantinya mampu membuat segala impianku tercapai. Dan rencana terakhir ini yang kuanggap yang paling sempurna melihat kondisi rumah saat itu.

Sore hari ketika pembantu sudah pulang, aku menunggu waktu ibu mandi. Aku masuk ke kamar ibu membawa buku komik dan membaca di kamar. Aku menunggu sekitar sepuluh menit.

Namun, sepuluh menit itu bagaikan sejam lamanya. Darahku bergolak deras, jantungku berdebar-debar tidak karuan, dan pikiranku ngalor ngidul mencoba menenangkan asaku yang seakan mau padam disiram rasa takut bila ibu memarahiku.

Ketika pintu kamar mandi terbuka dan ibu keluar hanya dengan handuk yang menutup dada sampai ke atas pahanya, jantungku seakan mau meledak, namun birahiku bergerak naik ke atas sehingga tak lama kelelakianku mengeras dengan maksimal. Ibu agak terkejut melihat aku duduk di tempat tidurnya bersandarkan kepala spring bed dan membaca buku komik.

Ibu: “Ngapain kamu, Di?”

Aku: “Panas di kamar, enakan di sini ada ACnya.”

Ibu lalu dandan di depan meja riasnya. tampaknya tak menghiraukan aku. Namun aku sekali-sekali melirik ibu. Sayang sekali di balik handuk ibu, ibu tidak telanjang. karena dapat kulihat tali BH putihnya.

Tak lama setelah itu ibu beranjak ke depan lemari pakaiannya yang berada tepat di depan tempat tidur, sehingga ia memunggungiku.

ia mengambil celana dalam, hatiku bergetar mengharapkan ibu membuka handuknya. alangkah kecewanya aku ketika ibu memakai celana dalamnya dengan handuk masih terpasang.

Namun, ketika ia akhirnya membuka handuknya, aku dapat melihat punggung telanjang ibu yang berhiaskan Bra putih, dan pantatnya yang bahenol tertutup oleh celana dalam putih.

Ibu tidak memiliki siluet tubuh model yang ramping, melainkan tubuh seorang perempuan yang sudah memiliki anak, namun tetap berusaha menjaga kondisi tubuhnya itu. hanya sedikit lemak di pinggangnya, dengan betis agak semok, paha yang agak besar, pinggul besar, dan punggung yang berlekuk. Tidak bisa dikatakan gendut, tetapi lebih tepat bila disebut sekal.

Sayang sekali pertunjukkannya cepat berakhir ketika daster ibu telah terpasang. Ibu menangkap basah aku sedang memperhatikannya memakai dasternya.

Ibu: “Hadi! Ibu gak suka kamu ngelihatin ibu waktu pakai baju. Risih.”

Dengan wajah sebal ibu keluar dari kamar. Aku tadi sempat kaget dan takut. tetapi setelah semuanya berlalu, aku sedikit lega karena ibu tidak berlama-lama memarahi aku.

Ketika aku keluar kamar ibu dan ke dapur di mana ibu sedang memasak untuk makan malam, ibu memperlakukanku seperti biasa. Bila ia marah padaku biasanya ibu tidak akan mengajakku bicara dan wajahnya akan merengut seharian.

Keesokan harinya aku menunggu lagi ibu di kamarnya ketika ia sedang mandi. Di pikiranku, ada dua kemungkinan. Ibu akan mengusirku atau tidak. ada kemungkinan 5.50. aku memutuskan untuk mencoba keberuntunganku.

Ketika ibu keluar ibu menatapku dengan mengerutkan dahinya.

Ibu: “Kamu di sini lagi?”

Aku: “Masih panas di kamar. beliin AC dong buat Hadi.”

Ibu hanya menghela nafas lalu duduk di meja rias. Setelah berdandan sebentar (karena ibu hanya di rumah saja, maka make-up nya hanya tipis) maka ibu kembali ke depan lemari dan mengganti celana dalam dengan menggunakan handuk seperti kemarin. Ngocoks.com

Yang berbeda adalah ibu setelah itu membalikkan badannya, menangkap basahku lagi yang sedang menatap tubuhnya dari belakang.

Ibu: “Ibu ga suka dilihatin kalau lagi ganti baju.”

Dengan wajah malu aku membaca komik lagi. di ekor mata kulihat ibu membuka handuk, ketika ku lirik, ibu ternyata masih menatapku namun kini aku dapat melihat tubuh ibu dari depan dengan hanya bertutupkan BH dan celana dalam saja! Buah dada ibu begitu bulat dan besar sehingga tampak BH yang biasa saja itu tak mampu menutup seluruh bagiannya.

Ibu: “Tuh kan! Ngapain sih ngelihatin ibu ganti baju?”

Entah kenapa aku terpaku. melihat tubuh ibu setengah telanjang, dengan payudara yang begitu indah, perut yang sedikit sekali membuncit, pinggulnya yang lebar membuat keseluruhan paket terasa komplit. sedikit lemak di tubuh ibu di bagian sana sini bila dipadu dan dipandang keseluruhan menjadi begitu indah, bagaikan simfoni musik yang utuh dan megah.

Ibu: “Hadi!”

Suara ibu meninggi. aku baru tersadar dan membaca komik lagi. setelah beberapa saat berlalu, aku lihat ibu mengambil daster dengan ekor mataku. Aku lirik lagi ibu ternyata ia masih menghadapku, hanya saja kepalanya tertutup daster yang sedang ia kenakan. Namun karena gerakan ibu cepat, ibu mendapatiku menatapnya lagi.

Ibu: “Kamu dibilangin bandel, ya?!”

Aku terkejut dan melirik komik lagi. Kemudian ibu keluar kamar. Setelah menenangkan diri selama beberapa menit, aku keluar kamar ibu lagi. Ketika aku mendapatkan ibu, ia sedang bersama Kak Dian.

Aku takut ibu akan dingin kepadaku dan tak mau berbicara, tetapi sore itu ibu berkomunikasi denganku seperti biasa. Barulah aku tahu bahwa ibu penuh kontradiksi. Kejadian tadi di kamar ibu, bila orang lain yang mengalami, mungkin akan berbeda hasil akhirnya.

Tetapi, ibuku hanya memarahiku di kamar ibu saja, setelah itu bagaikan tidak terjadi apa-apa. Apakah ini artinya? Apakah berarti ibu sebenarnya tidak marah? Aku harus tahu apa yang dipikirkan ibu.