Cerita Sex Tukang Ojek Komple

Cerita Sex Tukang Ojek Komple

Cerita Sex Tukang Ojek Komplek – Dengan jemari lentiknya, Dian menyimpulkan tali jubah mandinya sembari berjalan masuk ke kamar mandi. Sore itu, ia berencana melepaskan segala macam kepenatan pikirannya dengan mandi sambil berendam di bathup. Yup, itu semua karena pekerjaan di kantor barunya benar-benar menyita seluruh tenaga dan konsentrasinya.

Air segera mengucur deras dengan seketika begitu Dian memutar tuas keran air yang ada dibagian bawah bathup. Sesekali, ia kecipakkan tangan putih mulusnya ke air guna merasakan tingkat kepanasan air.
“Moga-moga, mandi berendam ini dapat menjernihkan pikiranku…” ucapnya pelan.

Butuh beberapa waktu guna memenuhi bak bathup itu dengan air. Oleh karenanya, selagi menunggu bathup penuh, Dian menuju dapur yang ada di lantai dasar untuk membuat segelas jus melon kegemarannya. Jus melon, olahan minuman dari buah yang bagi Dian adalah teman setia ketika menemaninya berendam.

Tak sadar, dari semenjak keluar kamar hingga dapur, bibir tipis Dian melantun sebait lagu yang semakin lama semakin keras. Dan dengan diiringi gerakan tarian manja, Dian menyanyikan keseluruhan tembang yang dibawakan oleh grup band lawas tersebut. Hingga ketika melewati ruang tengah, Dian dikagetkan oleh sesuatu.

“Eh Mitha… kamu kok sudah pulang…?” Tanya Dian dengan nada kaget akan keberadaan putri semata wayangnya di sudut kursi ruang tengah.
“I…iya mi… hari ini lesnya libur… khan sekarang hari jumat….” Jawab Mitha yang juga terkejut akan kehadirannya Dian yang tiba-tiba.

“Haloo… halooo…. Mith…? Mitha…?” panggil seorang pria yang ada di ujung telephon
“Eh iya… Ga kenapa-napa kok, cuma ada mami…” sambung Mitha

“Hayoooo… kamu sedang telepon ama siapa sayang?” Tanya Dian menggoda anak perempuan satu-satunya.

Didekatkannya telinga Dian pada gagang telephon yang berada pada genggaman Mitha, seolah ia ingin nguping. Namun karena malu, Mitha segera menghindarkan gagang telephon itu jauh-jauh dari jangkauan maminya.

“Ahhhh… Mami kepo banget deh.… Cuma temen kok Mi…” Jawab Mitha malu-malu.
“Hahaha… Dasar anak kecil…” tawa Dian yang akhirnya menyerah untuk menginvestigasi putrinya itu.
“Udah sana, mami mandi gih… Tuh denger… Suara aer bathupnya dah penuh…”
“Iyadeh… Yang masih ABG…” Canda Dian genit.

“Halloohh…iya…………” kembali Mitha melanjutkan perbincangan serunya seolah barusan tak ada apa-apa.

Sambil tersenyum, Dian pun ikut-ikutan tak menggubris Mitha yang sedang telepon. Dia segera menuju dapur untuk membuat jus melonnya.

Dari dapur, suara berat Mitha masih sedikit terdengar. Dian sebenarnya berusaha untuk tak menghiraukan percakapan antara putri dan temannya itu, namun entah kenapa, jika melihat dari gelagat Mitha ketika menelpon, dia terlihat seperti sesosok mata-mata yang sedang membocorkan rahasia. Duduk disudut ruangan, bergelap-gelapan dengan pandangan mata yang selalu siaga mengawasi kondisi sekitar.

Mau tak mau, Dian pun menjadi penasaran. Segera saja, ia mematikan mesin blender yang sedang menggiling daging buah melon itu, lalu ia pertajam indra pendengarannya. Dan mendadak, Dian lupa akan tujuan awalnya membuat jus melon sebagai teman mandi berendamnya.

“Hihihi… iya bener.. rasanya bikin deg-degan gimana gitu….” Ucap Mitha lirih sambil sesekali ia tertawa kecil.
“Bener-bener… bentuknya ga sama seperti gambar yang ada di buku… beda banget…”
“Gedhe dan panjang…”
“Iya.. Mitha juga pengen…”

“Aduh… kapan ya bisa seperti kemaren lagi…?” Kembali Mitha celingukan, menengok kearah dapur dimana mamanya berada. Ia berjaga-jaga supaya tak ada seseorangpun yang mendengar percakapannya.
“Mitha juga merindukan sodokan batang panjangmu sayang… hihihi…” kembali Mitha tertawa kecil.

“Merindukan sodokan batang panjangmu…?” Tanya Dian dalam hati
“Batang apakah yang sedang dibicarakan antara Mitha dan teman prianya ini?”

Mendadak muka Dian menjadi merah, dan detak jantungnya berdebar begitu kencang. Apakah mungkin, Mitha sedang membahas tentang batang kelamin teman lelakinya? Mitha khan baru masuk kelas 2 SMP baru 15 tahun. Belum sepantasnya ia mendiskusikan tentang hal itu dengan teman lelakinya.

Dian mencoba mengingat tentang kejadian beberapa waktu lalu. Ada beberapa kejanggalan mengenai putrinya yang susah untuk dijelaskan.

Pulang larut malam, cupangan di leher bawah serta dadanya, dan yang paling mengejutkan adalah adanya plastic kondom di laci kamarnya. Hal itulah yang membuat pikiran Dian menjadi gelisah. Ada apa gerangan yang terjadi pada kelakuan putri satu-satunya itu.

“Ah.. Kamu jangan gitu ahh… Mitha juga pengen….”

Kembali Dian membuang semua pikiran aneh itu dan lebih memilih untuk mendengarkan percakapan putrinya dari jauh. Hingga, sebuah kalimat yang membuat detak jantungnya seolah berhenti.

“Mitha juga pengen ngejilatin kontolmu Mas… pengen banget minum pejuhmu lagi..”

DEG..

Dian seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Walau terdengar begitu samar, namun Dian yakin, jika barusan ia mendengar putrinya ingin meminum sperma lelaki teman bicaranya.

“Mitha ga sabar nunggu mami pergi keluar kota lagi, jadi khan kita bisa nerusin rencana mas Udin yang sempat tertunda kemaren..”

“Udin….?” Tanya Dian dalam hati.

Mendengar pembicaraan mereka yang mulai tak senonoh, Dian berjingkat pelan. Mendekat kearah Mitha dari arah belakang punggung Mitha dan…
“Kamu sedang ngobrol dengan Udin si tukang ojek itu ya…?

Mitha menengok kearah datangnya suara itu dan langsung berdiri dari tempat duduknya. “Sialan… udah dulu ya sayang, ada mami… ”

Sebelum Mitha meletakkan gagang telephon itu ke badan telephon, Dian langsung menyerbu kearah Mitha sambil berteriak lantang.

“Berikan telepon itu…” bentak Dian sembari menyambar gagang telephon itu dari tangan putrinya.
“Dengar ya Din… Jika gue ngelihat lo dekatan dengan anak gue lagi, gue ga akan segan-segan untuk ngelaporin lo ke Polisi. Mengerti lo?” Bentak Dian sambil menutup telepon.

Seperti mendengar gemuruh geluduk di siang bolong, Mitha yang mendengar lelaki tercintanya diancam seperti itu, menjadi tak terima “Miiii, apa yang mami lakuin sih? Emang Mas udin salah apa miiiih..??”

“Mami ga suka kamu menjalin hubungan dengan lelaki tanpa masa depan seperti itu..”
“Tapi miii, aku mencintainya…”

“Buka matamu sayang… tukang ojek seperti dia tuh tidak cocok buatmu…”
“Mitha tak peduli dengan apa kerjaan dia, yang jelas Mas Udin cinta ama Mitha…”
“Jadi kamu menentang pendapat mami?”
“Mami Jahat…Mitha benci Mami…”

“Udah-udah… Kamu dihukum…. Weekend ini kamu tak boleh keluar rumah… sana masuk kamar..”
“Aku benci mami… Aku benar-benar benci mami…!” Tangis Mitha histeris. Ia berlari masuk kamar lalu membanting pintu kamarnya keras-keras.

Tiba-tiba, rasa bersalah muncul dalam hati Dian. Apakah dia salah atau terlalu keras dalam mendidik Mitha, sehingga Mitha bisa berteman dengan lelaki busuk semacam Udin. Apakah Dian kurang dalam memberikan perhatian dan kasih sayangnya, sehingga Mitha bisa menjalin hubungan special dengan lelaki tak terurus seperti Udin.

Udin, lelaki yang dalam pandangan matanya benar-benar jauh dari ganteng, putih atau bermasa depan. Lelaki yang selalu menggunakan pakaian hitam belel, celana jean sobek dan berbau asem. Belum lagi reputasinya sebagai pengedar narkoba yang entah itu benar atau salah, semakin membuat citra Udin mejadi begitu buruk dimata Dian.

Dian kembali teringat beberapa waktu lalu, ketika masa awal-awal perkenalannya dengan Udin. Udin adalah tukang ojek ujung komplek yang membantu mengantarkan Dian berangkat interview karena mobilnya entah kenapa susah untuk dinyalakan.

Dan ternyata, semenjak kejadian itu, Udin menjadi tumpuan harapan bagi Dian dalam hal trasportasi. Baik sebagai sarana antar jemput atau untuk minta tolong segala macam kebutuhan Dian.

Yah dengan kata lainnya, Udin dapat diandalkan sebagai tangan tambahan ketika Dian tak mampu dalam mengerjakan sebuah tugas.

Ramah, baik dan tak perhitungan. Itulah yang membuat Dian percaya untuk menggunakan jasa Udin. Namun ada satu hal yang Dian kurang suka dengan tukang ojek itu. Udin memiliki sifat mesum. Apalagi semenjak putri semata wayang Dian juga mulai sering menggunakan jasa ojek Udin, sifat mesum Udin menjadi semakin menjadi-jadi.

Hingga pernah, Dian beberapa kali memergokin Udin yang sering memphoto dirinya ataupun Mitha ketika mereka sedang mengenakan rok pendek atau baju dengan atasan berbelahan dada rendah. Dan yang paling parah, Dian sempat mendapati adanya sperma di kamar mandi, setelah kamar mandi itu digunakan Udin.

Yup, Udin beronani dikamar mandi.

Memang sih, Udin tak pernah mau mengaku melakukan hal itu, tapi Dian benar-benar yakin jika lelehan sperma di dinding dan lantai kamar mandi itu berasal dari batang penisnya.

Udin juga sepertinya membawa dampak buruk kepada Mitha. Karena semenjak kenal Udin, Mitha menjadi sangat susah diatur, suka melawan, dan mulai menggunakan gaya berpakaiannya yang berbeda.

Dulu, putri satu-satunya itu selalu malu jika diminta untuk mengenakan baju seksi, namun sekarang, tak disuruh pun Mitha dengan pedenya berani mengenakan jins ketat atau jeans super pendek, berkaos kecil, yang kesemuanya menonjolkan lekuk tubuhnya

“Huuuhhh…. “ desah Dian lirih. Kali ini, pikirannya semakin kacau.
“Mas Loddy…Apa yang harus Dian lakukan…?” Tanya Dian dalam hati. Diraihnya gagang telephon yang ada di atas meja ruang tengah, dan mulai menekan beberapa tombol.

Dian berharap suami tercintanya yang sedang tugas keluar kota mampu memberikan masukan tentang masalah yang ia hadapi saat ini. Namun tiba-tiba Dian memilih meletakkan gagang telepon, dan tak jadi menghubungi suaminya. Ia tak mau mengganggu pikiran suaminya dengan masalah lagi. untuk sementara, ia pendam saja dulu masalah ini.

Dian kembali kearah dapur, mengambil gelas jus melon favoritnya dan bergegas ke kamar mandi di lantai atas. Ia menutup pintu kamar mandi, meletakkan gelas jus disamping bathup dan mulai melucuti jubah mandinya. Dian berjalan ke cermin dan membiarkan jubahnya jatuh ke lantai. Itu adalah kebiasaan sehari-hari untuk memeriksa tubuhnya sendiri sebelum mandi.

Dengan jeli, mata bulat Dian memeriksa sekujur tubuhnya. Terkadang, Dian merasa bangga akan tubuh yang ia dapati. Masih berusia 34 tahun namun sudah memiliki seorang putri cantik berumur 15 tahun. Hal itu pun terkadang membuatnya sedikit besar kepala, karena ketika mereka jalan berdua, tak jarang banyak orang yang salah mengira jika mereka kakak adik.

Rambut hitam yang lurus panjang, menjuntai hingga punggung. Tubuh yang dibalut kulit berwarna kuning langsat, tinggi 165 cm dan berat tak lebih dari 50 kg itu pun sering membuat mata lelaki susah untuk tidak melihat kesintalan tubuh ibu satu anak itu. Belum lagi dengan tonjolan buah dada 34C dan bongkahan bokongnya yang membulat indah, membuat Dian benar-benar seperti bidadari.

“Waktunya berendam…” bisik Dian dalam hati.

Segera saja, Dian meluncurkan kaki jenjangnya kedalam bathup. Mencoba beradaptasi sejenak hingga tubuhnya menjadi terbiasa dengan panasnya air yang menggenang di bathup. Lalu tak lama kemudian, sekujur tubuhnya sudah masuk semua kedalam bathup itu.

“Oooouuuhh… nyaman sekali rasanya…” desahnya lirih.

Diusapnya pangkal luar lengannya yang mulus, pundak, payudara, perut, paha hingga kedua betis butir padinya. Dengan perlahan ia menyeka semua daerah itu sembari memeriksa kulit mulusnya. Dian memejamkan mata, dan menenggelamkan seluruh tubuhnya.

***

Tak terasa, sudah hampir sejam Dian tertidur di bathup. Karena begitu sadar dari lelap, jemari tangannya sudah terlihat keriput, dan air yang memenuhi bathup itu sudah tak lagi hangat.
Segera saja Dian beranjak dari bathup dan mulai membilas tubuh langsingnya. Dian mengambil sabun aroma melati dan membilas bahu serta lengannya sebelum pindah ke dadanya.

Mendadak, Dian tersentak kaget saat sabun dan buih-buihnya meluncur di sekitar putting payudaranya. Puting berwarna merah muda itu selalu sensitif, bukan sensitive lagi, melainkan super sensitif . Sentuhan sepelan apapun, selalu dapat mengirimkan getaran kejang ke sekujur tubuhnya.

Puting payudaranya selalu mencuat keras dan begitu menjulang jauh kedepan, sehingga terkadang putting itu terasa begitu ngilu jika terhimpit oleh kain branya. Dan saat ini, kedua putting payudara itu benar-benar sensitive, keras dan sakit.

Dian menggosok sabun di sekitar bawah payudaranya sebelum meluncur di atas perutnya yang rata. Terakhir dia menyabuni selangkangannya dan meluncur ke tungkai pahanya. Dia tergoda untuk membiarkan tangannya berlama-lama di antara kakinya, daerah intim wanita yang selalu membuatnya merasa geli barcampur nikmat ketika digosok.

“Andai kamu ada disini mas….” Sambil terus mengusap selangkangannya, kembali Dian membayangkan kehadiran suaminya.

Rasa licin dan lembutnya sabun yang berada di sekitar puting payudaranya membuat dia terangsang. Ingin sekali rasanya bercinta saat itu juga, namun Loddy, suami Dian masih dinas diluar kota. Dan masih ada waktu sekitar seminggu lagi hingga suaminya bisa pulang dan menyetubuhinya.

Lagi-lagi. Dian harus menahan birahi yang memuncak itu. Dian ingin ketika suaminya pulang, ia akan mendapatkan kebinalan dirinya secara penuh.

Setelah kurang lebih lima menit membilas tubuh, Dian akhirnya menyudahi mandi sorenya.
Ditariknya karet penyumbat bathup itu dan ia segera beranjak keluar kamar mandi. Dikeringkannya tubuh basah itu dengan handuk putih tebal lalu menggosokkan baby oil ke seluruh kulit tubuhnya.

Mendadak, Dian merasa begitu lapar.

Mandi berendam di sore hari seperti ini memang sangat menguras stamina. Walau sama sekali tak melakukan aktifitas apapun, tubuh seperti baru saja melakukan renang melewati dua pulau.

Dengan rambut yang masih digelung kain handuk, Dian keluar dari kamarnya dan menuju kedapur. Suasana rumah kembali terasa sepi, karena si Mitha sedang menjalani hukumannya di dalam kamarnya.

Namun, ketika Dian melewati kamar Mitha, sayup-sayup terdengar suara cekikikan yang sangat ia kenal.

Dengan cepat, Dian membuka pintu kamar putrinya dan melihat kesekeliling ruangan. Mitha yang semula sedang tertawa-tawa, langsung menyembunyikan handphone yang ia genggam kebelakang punggungnya begitu maminya masuk.

“Kesinikan handphonemu…” pinta Dian
“Buat apa mi…?” Tanya Mitha
“Kesiniin….!!!” Ucap Dian lagi dengan nada sedikit keras.

Dengan berat hati, Mitha melempar handphone itu ke sudut kasur, dekat dengan posisi Dian berdiri.

“Mitha smsan ama Rezy mii…. Bener kok…”
“Yuk kita lihat…”

Merasa pernah muda, Dian tak bisa dibohongi anak semata wayangnya begitu saja. Ditekannya tombol hijau di telpon Mitha, menelpon teman putrinya yang bernama Rezy.

“Baru juga sms-an bentar, sayang Mitha udah kangen ama kontol abang udin ya? Sampe nelpon-nelpon segala…” ujar lelaki dari ujung telephon,
“BANGSAT lo Din… JAUHI Mitha…!!!” bentak Dian seketika dan mengakhiri pembicaraan.

“Mitha… mami kecewa denganmu… mami tak mengira kamu masih berhubungan dengan lelaki mesum itu..”
“Biarin… Mitha cinta bang udin… dan Mitha tak akan tinggal diam melihat mami menghalang-halangi hubungan kami…”

“Berani kamu ya…?” Emosi Dian meningkat. “Ayo ikut mami… mami tak akan membiarkanmu seperti ini”
“Mitha ga mau ikut…” Tolak Mitha sengit sambil cemberut dan menyilangkan lengan didepan dadanya.
“Ikut…!” bentak Dian sambil mencengkeram pergelangan tangan Mitha.

Diseretnya putri semata wayangnya itu kearah kamar tidurnya.

“Kali ini kita tukeran kamar tidur… “ ujar Dian sambil mendorong Mitha secara paksa memasuki kamar tidurnya. “Kali ini, kamu akan merasakan, apa itu rasanya dikurung…” tambah Dian lagi sambil mengunci pintu kamar tidurnya.

“Mitha benci mami… Mitha ga mau punya mami jahat seperti mami…” histeris Mitha dari dalam kamar Dian.

Sebenarnya, Dian merasa menyesal akan apa yang telah ia lakukan pada Mitha barusan. Akan tetapi ia sama sekali tak memiliki jalan keluar tentang apa yang harus dilakukan guna memisahkan putri satu-satunya dengan ojek kampung itu.

Dian merasa begitu frustasi, dan berpikir untuk segera menelpon Lody. Namun, kembali, ia mengurungkan niatnya. Ia tak ingin membuat suaminya itu khawatir akan apa yang terjadi kepada putri satu-satunya tersebut.

Dengan langkah gontai dan pikiran kalut, Dian berjalan kearah dapur dan membuat makan malam. Dua porsi besar spageti bakso dan dua gelas orange jus, satu untuk dirinya, dan satu untuk Mitha.

Sejahat-jahatnya ibu, Dian tak tega juga melihat putrinya hanya meringkuk di sudut tempat tidurnya.
“Mitha… nih makan malamnya udah mami siapin.. yuk kita makan malam bareng.…”

Tak ada jawaban sedikitpun dari Mitha. Rupanya saat itu Mitha masih benar-benar sebal akan hukuman dari Dian.

Walau sedang menghukum putri semata wayangnya, Dian juga tak tega melihat putrinya itu kelaparan. Oleh karena itu, ia sengaja meletakkan makan malam itu di dalam kamar tidurnya, lalu kembali keluar dan mengunci kamarnya lagi.

“Aku mami yang sadis….” Ujar Mitha dalam hati.

Malam semakin larut, rasa kantuk karena makan malam pun mulai menyergap. Dan karena kamar tidur Dian malam ini ditempatin oleh Mitha, mau tak mau Dian harus tidur dikamar Mitha.

“Sudah lama juga aku tak pernah berkunjung ke kamar yang mungil ini..” Sejenak, Dian mengamati sekeliling kamar putrinya. Laptop, TV, audio set, lemari, rak buku dan tempat tidur dengan sprei dan selimut berwarna pink. Dinding berwarna hijau muda yang ditempeli beberapa poster idola, AC dan dua buah jendela yang ada disamping-samping tempat tidur. Tak ada yang special dari kamar itu, sama seperti remaja cewe pada umumnya.

Dian kembali berkeliling kamar mungil itu. Di atas meja belajarnya terdapat beberapa photo Mitha mengenakan bikini seksi bersama teman-temannya ketika berenang di pantai beberapa tahun lalu. Melihat tubuh putrinya mengenakan bikini, Dian benar-benar bersyukur karena telah memiliki putri yang cantik seperti Mitha.

Perhatian Dian mendadak tertuju pada laptop Mitha. Laptop itu masih aktif karena lampu indicator masih menyala. Penasaran akan apa yang ada dalam laptop Mitha, Dian segera membuka laptop itu.

Tak ada sesuatu yang disembunyikan di laptop itu, hanya berisi tugas-tugas sekolah, photo dan beberapa game. Namun, ketika sedang asyik-asyiknya ‘menggeledah’ isi laptop Mitha, Dian menyadari ada sebuah folder yang sangat mengganggu. Folder berisikan gambar-gambar Mitha yang menurutnya kurang sesuai dengan gambaran anak berusia 15 tahun.

Folder itu berisikan photo-photo dari catatan sex Mitha semenjak dia berkenalan dengan Udin. Mitha sepertinya sengaja mendokumentasikan segala macam coretan tangannya dengan cara memphotonya dan menyimpannya di dalam laptop.

Corat-coretan vulgar yang menggambarkan kapan Udin mencium Mitha.
Corat-coretan vulgar yang menggambarkan gimana rasanya putting ketika dijilat.
Corat-coretan vulgar yang menggambarkan apa rasa pejuh ketika masuk mulut.

Corat-coretan vulgar yang menggambarkan sketsa kelamin pria yang sama sekali tak proporsional dengan postur tubuhnya dengan tulisan “Kontol Bang Udin Tersayang” dan gambar kecupan bibir di sekujur gambarnya.

Dan yang paling parah, Mitha memiliki beberapa photo penis Udin kampung itu. Mulai dari kondisi lemas, setengah ereksi, ereksi sempurna, blowjob, hingga photo penis yang sudah memuncratkan pejuhnya di mulut Mitha.

“Ya ampun… sudah sejauh inikah hubungan mereka?”

Tak tahan dengan pikiran yang mendadak menghantui, Dian segera mematikan laptop putrinya dan duduk di tempat tidur. Dengan nafas yang masih menderu-deru, Dian mencoba menenangkan diri.

Satu hal yang dipikirkan Dian semenjak ia melihat photo-photo catatan Mitha.

“Udin harus sesegera mungkin dijauhkan dari kehidupan Mitha… ya.. itulah satu-satunya cara untuk membuat Mitha kembali nurut seperti dulu lagi” batin Dian sembari menenggak seluruh jus orange sisa makan malam itu hingga tak tersisa.

Mendadak, kepala Dian pusing. pandangan matanya kabur, dan kelopak matanya menjadi sangat berat.

Dian tiba-tiba terbangun dalam keremangan lampu kamar. Dia tidak tahu berapa lama ia telah tertidur. Kepalanya masih terasa berat dan nafasnya terengah-engah. Dengan paksa, Dian mencoba untuk membuka mata. Namun sejauh ini, hanya kegelapan yang dapat ia tangkap dengan kedua mata bulatnya.

“Kenapa dengan tubuhku?” Tanya Dian dalam hati.

Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, nafasnya panas dan pendek, badannya terasa hangat dan enteng.
“Apa aku terkena demam karena terlalu lama berendam?” Tanya Dian lagi.

Dian merasa fantastis. Seluruh tubuhnya terasa begitu berbeda dari biasanya. Kulitnya terasa begitu kencang, begitu sensitive, hingga ia mampu merasakan semilir hembusan angin dari lubang hidung yang menerpa tubuhnya. Payudaranya membesar dan mengeras dengan putting yang seolah tak mau mengalah, ngilu dan bengkak.

Anehnya, dia tidak merasa lelah sama sekali. Setiap kali ia menggeliatkan badan, gesekan antara kulit dan kain sprei menimbulkan gelitikan aneh di sekujur tubuhnya yang membuatnya seketika merinding nikmat.

“Ooouhh..sssshh…. ada apa dengan diriku ini…?” Tanya Dian sambil terus menggeliatkan tubuhnya, menggesek-gesekkan tubuh sintalnya dengan kain sprei.

“Mas Loddy…. Kamu kok lama sekali sih pulangnya…”

Dian tiba-tiba mengigaukan kehadiran suaminya. Malam ini, ia benar-benar merasa kangen dengan suami tercintanya. Hingga ia menyadari, ada sesosok manusia yang berdiri di sudut kamar.

“Mas loddy… itu kamu ya….?” Tanya Dian.
“Kamu pulang lebih cepat ya mas…?”
“Sini mas…. Mendekat… Adek kangen banget sama kamu mas…. Sini….” Pinta Dian sambil melambaikan tangannya pada sosok tersebut.

Sosok itupun mendekat dan duduk disamping tempat tidur.
“Mas Loddy… kamu kok diam saja… kamu nggak kangen ya sama istrimu yang kesepian ini…?”

Dalam gelap, Dian langsung memeluk sosok lelaki yang ada disamping tempat tidurnya itu dan menciuminya bertubi-tubi.
“Mas… Kamu tahu nggak?…. Mendadak adek pengen begituan….Kamu tau khan mas? Sudah lebih dari 2 minggu adek tak kamu jamah mas… Yuk mas… kamu mau khan…?”

Sosok itu mengangguk.
“Nah… gitu donk mas…ayo sekarang mas buka semua bajumu mas…. Adek udah bener-bener nggak tahan lagi mas… pengen buru-buru ngerasain sodokan batang perkasamu…”

Perasaan kangen yang turut ditunjang dengan birahi yang mendadak muncul, membuat Dian tak sanggup lagi menahan keinginan dirinya untuk disetubuhi secepatnya. Dian tak peduli jika suaminya baru tiba, Dian tak peduli akan rasa capai yang mungkin saja dialami suaminya, yang jelas, malam itu dirinya harus mendapat kepuasan yang sudah beberapa hari ini Dian inginkan.

Mengiyakan keinginan Dian, sosok itupun segera melucuti semua pakaian yang menempel di tubuhnya.

“Kamu tiduran aja ya dek….” Ujar sosok itu dengan nada yang berat.

Sebuah tangan menyentuh kaki Dian dan naik ke lututnya. Sosok itu berayun dan berlutut di antara kakinya, membungkuk dan memberikan ciuman basah di lutut dan paha Dian.

Perlahan namun pasti, ciuman demi ciuman mulai bergerak naik ke arah selangkangan Dian. Ciuman demi ciuman membawa gelijang geli pada paha dan vagina. Membuat sekujur tubuhnya menjadi merinding.

“Ooohhh mas… Stop mas… Geli… “ Desah Dian yang sepertinya kurang setuju akan perlakuan sosok suaminya itu. “Geli mas…. “
“Kamu suka?…” Tanya sosok itu singkat.
“Ho’oh… cuman adek heran…. tumben kamu mau jilat-jilat kaki adek… “
“Kenapa?”
“Biasanya kamu khan ga pernah melakukan foreplay…Adek suka mas…” desah Dian yang merasa keenakan akan stimulus lidah sosok suaminya.
“Kali ini aku punya kejutan yang pasti akan membuatmu suka dek…”

“Kejutan apa mas… kamu mau apa…?”

Mendadak, sosok itu menghentikan jilatan lidah pada kaki Dian, dan langsung berpindah naik keatas. Mulai menjilat celah vagina Dian yang sudah membanjir basah.

“Lendir kamu banyak sekali dek…” ujar sosok suami Dian.
“Mas.. kamu mau apa?… Kamu tahu adek nggak suka dijilat di situ.. ” Dianmengingatkan suaminya, tapi entah kenapa tubuhnya seolah mengijinkan lidah suaminya bermain disitu.
“Nikmatin aja dek…”

“Yah, mungkin malam ini adek pengen nyobain sesuatu yang beda….” Suara Dian meninggi ketika ciuman sosok suaminya itu jatuh di bibir vaginanya. Lidah basahitu bekerja dengan cepat dan efisien. Membuat lendir kenikmatannya membanjir dengan deras.

“Geli mas… geli…” Ujar Dian yang baru kali pertama merasakan oral seks. Dan dengan kedua tangannya, Dian mencoba mendorong suaminya menjauh dari vaginanya yang meranum merah. Namun, tubuh suaminya yang cukup kurus itu terlalu kuat.

“Memek kamu wangi banget dek….” Puji sosok suami Dian yang semakin gencar menjilat dan menyerucup semua lendir vagina Dian.
“Bentar mas.. bentar… adek merasa geli sekali…” Dian menggoyangkan pinggulnya kekiri dan kekanan, mencoba menghindar dari jilatan buas suaminya yang terasa begitu nikmat itu. Merasa tak tahan lagi akan gelitik rasa geli pada vaginanya, Dian mencoba mendorong kepala suaminya. Di sentuhnya pipi suaminya yang sekarang terasa kempes.

“Shhh… Kamu kurusan mas…” komentar Dian setelah menyentuh wajah suaminya dalam gelap. “Ooouuggghhh…. Enak maaass….”

Mendengar Dian mulai menikmati jilatan lidah kasarnya, sosok suami Dian pun semakin bersemangat lagi untuk mengoral vagina tak berbulu milik istrinya itu.

Dian menyambut keberingasan suaminya dengan meminta kepala yang ada diantara selangkangannya semakin aktif dalam menstimulus vagina dan klitorisnya. Tangan Dian naik dari pipi ke rambut suaminya. Dian mendapati rambut suaminya sudah panjang, dengan pony yang sepertinya sudah menjuntai melebihi alis.

“Oooouuugghh Tuhaaaan… enak sekali mas…” jerit Dian sambil mencengkeram kepala suaminya ketat supaya ia membenamkan lidahnya lebih dalam.
Mendadak, salah satu tangan suaminya menggapai naik, kearah payudara Diandan mulai meremas bongkahan dadanya dengan perlahan. Suaminya meremas puting tegaknya, lalu dengan perlahan ibu jari dan jari telunjuk mulai menyentil, memelintir dan menyentak putting Dian dengan gaya yang berbeda. Jauh lebih kasar daripada biasanya.

Tiba-tiba, pinggul Dian menjadi tidak terkendali, dia akan orgasme.
“Mas… maaassss … adek mau dapet mas… ooouugghhh…“ jerit Dian menjadi-jadi ketika stimulus lidah kasar suaminya semakin beringas. “Oooouugghhh… jilat memek adek terus mas…”

Rupanya, apa yang pada awalnya Dian kurang begitu suka, sekarang ia mulai menikmatinya. Terbukti dari jeritan dan desahan mulutnya yang berkali-kali meminta sang suami supaya memberikannya orgasme secepat mungkin.

“Maasssss…. Adeeek mau kellluuuaaa….”

Namun mendadak, suami Dian itu menghentikan jilatan lidahnya. Berhenti seketika dan menatap Dian yang tergolek lemah di depan wajahnya.

“Aaaaahhh… maaasss… kok berhenti…?”
Dengan nafas yang masih terengah-engah, sejenak, Dian merasa begitu sebal akan perlakuan suaminya barusan. Coba suaminya itu meneruskan jilatan lidahnya, pasti saat ini Dian sudah menggelijang-gelijang keenakan karena orgasme oral pertamanya. Orgasme yang sama sekali belum pernah ia dapatkan dari daging yang bernama lidah.

“Yuk mas… adek udah nggak tahan…” pinta Dian yang sudah tak mampu lagi menahan desakan gejolak birahinya.

Dian merasa begitu menginginkan hadirnya batang penis suaminya untuk menggaruk kegatalan yang ada di dalam lubang vaginanya. Dian merasa, inilah saatnya bercinta setelah beberapa minggu ditinggalkan suaminya keluar kota.

“Mas… yuk mas… sodok memek adek mas… adek udah ga tahan lagi…” ujar Dian sambil meminta badan suami yang masih berada di selangkangannya untuk naek ke atas dan menindih tubuh langsingnya.

Tanpa membuang waktu lama, Dian menjulurkan tangannya kebawah dan meraihselangkangan suaminya. Walau masih dalam kondisi kamar yang remang, dengan sigap, Dian mampu menangkap batang panjang milik suaminya.
“Titit kamu keras sekali mas… jauh lebih keras dari biasanya…”

Ada perasaan bangga yang dirasa oleh Dian begitu ia menggenggam penis panjang suaminya. Karena setelah lebih dari 15 tahun menikah, suaminya masih menghargai keseksian dirinya dengan bisa ereksi sekeras ini. Bagi Dian, kerasnya ereksi adalah salah satu penghargaan lelaki yang bisa ditunjukkan kepada wanitanya.

Tapi, malam ini penis suaminya itu terasa begitu berbeda. Sangat jauh berbeda.

Dian merasa, batang panjang yang menggelantung di selangkangan suaminya itu bukanlah daging penis seperti yang biasa ia rasakan selama ini. Dian merasa daging itu lebih mirip pentungan kayu, sama sekali bukan lipatan daging lembek seperti biasanya.

“Titit kamu beda mas… rasanya kok panjang banget ya… ?“ Tanya Dian keheranan. Namun karena keinginan Dian untuk segera mendapatkan birahi sudah terlalu tinggi. Ia sama sekali tak mempedulikan keanehan batang suaminya itu, dan dengan sigap Dian menarik batang penis suaminya itu mendekat ke arah celah vaginanya yang sudah membanjir basah oleh cairan pelumas.

Malam itu Dian benar-benar sudah terlalu bernafsu. Ia seolah sangat menginginkan untuk dapat merasakan kenikmatan persetubuhan. Ia ingin segera dapat merasakan gelijang orgasme.
“Pokoknya aku harus puas malam ini…” Desah Dian pada sosok suaminya itu.
“Iya dek… kamu bakal mendapatkan semuanya itu malam ini….”

“Buruan mas… Setubuhi istrimu ini….” semburnya keluar.
“Adek pengen ngentot mas…”
“Entotin adek sekarang.”

Dian mendadak heran, tak pernah dalam sejarah kamus hidupnya ia menggunakan pemilihan kata kasar ketika bercinta. Ia selalu berkata “ Tusuk atau Sodok”. Ia tak pernah menyebut kata “Entot”

Dan itu kata jorok pertamanya ketika lebih dari 15 tahun bercinta

Dian membuka kedua pahanya lebar-lebar, seolah mempersilakan batang panjang suaminya untuk dapat segera berkunjung ke rahimnya.

“Titit kamu besar banget mas….” Puji Dian berkali-kali kepada suaminya itu. “Adek pasti puas malam ini…”

Walau sedang dalam kondisi birahi tinggi, Dian sekilas berpikir akan perubahan penis suaminya saat ini. Penis itu tumbuh menjadi begitu besar dan panjang. Bahkan tumbuh terlalu besar. Karena ketika kepala penis itu mulai mendobrak pertahanan celah kewanitaannya, timbul rasa sakit yang tak pernah Dian rasakan selama ini.

“Pelan-pelan mas…. Sakit banget…” desah Dian sambil mencoba merasakan enaknya persetubuhan itu.

Namun, entah karena sudah terlanjur merasakan enak, atau karena sama-sama tak sabar untuk merasakan nikmatnya persetubuhan, sosok itu sama sekali tak menggubris permintaan Dian, karena yang terjadi, suami Dian itu terus mendorong batang panjangnya untuk masuk kedalam celah sempit yang sudah membanjir basah itu.

Secara berkala, sodokan demi sodokan mulai membuka celah kenikmatan Dian. Menghantar gelombang geli, sakit dan nikmat yang tak terucap. Hingga mau tak mau Dian harus membuka membuka kakinya lebar-lebar guna mengakomodasi besarnya batang penis yang ada diantara pahanya.

“Penis Loddy tampaknya telah tumbuh begitu besar hingga saat ini, vaginaku terasa begitu penuh….” Batin Dian.

Dian merasa, jika ujung penis suaminya terasa seperti bola golf yang sangat besar dan keras. Walaupun saat itu Dian sudah membuka paha dan vaginanya lebar-lebar, tetap saja, malam itu, ia merasa seperti perawan yang sama sekali belum pernah bercinta sedikitpun.

Sakit, perih dan tersiksa.

Semua terasa sama sekali tak proporsional. Karena malam itu, yang Dian rasakan bukanlah rasa nikmat seperti persetubuhan yang biasa mereka rasakan . Melainkan lebih mirip seperti sakitnya vagina ketika melahirkan.

Dan dari rasa sakit ini, mendadak Dian sadar, benar-benar sadar, jika penis suaminya ini begitu besar, malah terlalu besar.

“Apakah sekarang Lody menggunakan Viagra…?” pikir Dian. Karena hanya itulah satu-satunya pemikiran yang muncul di otak Dian.

Kembali, rasa dan keinginan untuk dapat segera merasakan kenikmatan orgasme melanda pikiran Dian. Sehingga, guna mencapai itu semua, mau tak mau Dian harus mengesampingkan rasa sakit yang teramat sangat di vaginanya itu.

Sejenak Dian mencoba memejamkan mata, berkonsentrasi penuh untuk menghilangkan rasa sakit dan mencoba focus kepada kenikmatan sodokan batang panjang suaminya.

“Kesempatan nikmat seperti ini tak boleh aku sia-siakan…” Batin Dian sembari terus mengakomodasi batang panjang suaminya yang sudah banyak terbenam di vaginanya. “Terlebih dengan segala macam kesibukan pekerjaan Loddy yang semakin tinggi… Aku harus puas… aku harus puas…”

“Nggak tiap hari aku bisa merasakan kenikmatan bersetubuh…” Pikir Dian lagi. “Terlebih dengan adanya Mitha yang sekarang sudah semakin dewasa… Tak bisa lagi setiap saat, aku dan Loddy bebas bercinta”

Pikiran Dian untuk beberapa saat kembali pada Mitha, putrid semata wayangnya yang sekarang sedang menjalani hukuman kurung di kamarnya, mitha yang semakin susah diatur, semakin bandel, dan sedang kasmaran dengan ojek kampong.

“Aku harus segera membicarakan masalah ini dengan Loddy besok…yang jelas, sekarang aku harus puas terlebih dahulu..”

“Tapi………”

Tiba-tiba, Dian segera tersadar. Dian dan Mitha khan baru saja bertukar tempat tidur. Yang ada di kamar tidur Dian adalah Mitha, dan yang sedang berada di kamar Mitha adalah Dian.

“Mas… Kok kamu tahu adek tidur disini…?” Tanya Dian sedikit heran.
Alih-alih menjawab pertanyaan Dian, Loddy semakin memperdalam sodokan penisnya.

“Aaahhhsss….Mas… Kok kamu bisa tahu adek ada disini? “ Tanya Dian sambil keenakan.

Heran, bingung, sekaligus penasaran. Berjuta pertanyaan tiba-tiba timbul dalam pikiran Dian. Bagaimana suaminya bisa tahu jika dia mala mini tidur di kamar putrinya?

“Ini aneh sekali mas… benar-benar aneh “ gumam Dian. “Terlebih, titit kamu. Tidak seperti biasanya. Titit kamu terlalu besar mas…”

“Ya beda lah…” Ujar sosok lelaki yang masih menindih tubuh langsing Dian dan menyodok-nyodokkan sekujur batang penis panjangnya kedalam celah kenikmatan Dian yang membanjir basah.

” Karena aku bukan suami tante….”

DEG…

Mendengar perkataan sosok yang sedang menyetubuhinya itu, jantung Dian seolah berhenti berdetak.
Sekilas, dari suara dan cara bicaranya, Dian tahu siapa sosok yang sedang bercinta dengannya. Sekilas, dari postur tubuh, potongan rambut dan aroma tubuhnya, mia mengenali siapa sosok yang saat ini sedang menyetubuhinya. Dan sekilas, dari ukuran batang penisnya yang jauh dari normal, Dian yakin jika sosok yang sedang memberikan kenikmatan duaniawi ini adalah, Udin.

“Tante bakal suka kontol panjang saya… tante bakal merasakan bagaimana kontol besar ini akan memuasin memek gatel tante…” Suara mesum itu kembali terdengar dengan jelas. Suara yang beberapa saat lalu sangat ia benci. Suara yang beberapa saat lalu sangat hina ditelinganya. Suara yang jelas-jelas bukan milik suaminya.

“Udin….?” tanya Dian dengan nada benar-benar panik. sebelum ia menutuptangannya ke mulutnya.
“Iya tante… saya Udin… pacar Mitha…”

Astaga, ternyata sosok yang saat ini sedang menyetubuhi dirinya bukahlah Lody, suami Dian. Sosok itu adalah Udin, si ojek kampung pacar Mitha, anak semata wayangnya.

Tak pernah sekalipun Dian membayangkan akan terjadinya situasi seperti ini. Dian tahu sekali akan Loddy suaminya yang sangatlah pencemburu. Senyum sedikit ke lelaki lain saja, bisa membuat Lody menjadi uring-uringan, apalagi sampai melakukan perselingkuhan. Dian tak bisa membayangkan betapa murkanya Loddy jika dia sampai tahu wanita yang ia nikahi, saat ini sedang bersetubuh dengan orang lain.

“Bangsat lo din… cepet cabut tititmu…. Cabut….!!!”

Dengan segenap tenaga, Dian berusaha mendorong tubuh Udin. Namun sekuat-kuatnya tangan ramping Dian, ia seolah mendorong tembok. Tubuh kurus Udin sama sekali tak bergerak, sedikitpun..

“Tante… Memekmu seperti memek perawan Tan… peret banget…” kata Udin.
“Bangsat lo Din… Bangsat… CABUUUTT….”

Tak kehabisan akal, Dian mulai memukul-mukulkan genggaman tangannya ke wajah tukang ojek itu.

Tapi, Udin yang sudah merasa berada diatas angin, segera menangkap kedua pergelangan tangan Dian dan langsung melentangkannya jauh-jauh kearah samping, sehingga Dian yang dalam posisi tak berdaya, lebih terlihat seperti orang yang pasrah daripada orang yang meronta-ronta.

“Bangsat lo Din… Cabut titit lo Din… Cabut…!!!”

Melihat Dian yang masih mencoba meronta, Udin tak kehabisan akal. Mulut dengan bibir tebalnya langsung ia majukan kedepan, menyeruput putting kiri Dian yang tegang kemerahan.

Melihat posisi yang sangat tak menguntungkan ini, “Ooouuugghhhh…. Sshhh…. “ mau tak mau Dian hanya bisa melengguh.
“OOuuhhhggg… Bangghsaaat lo Diinn…” ujar Dian yang seolah mencoba merasakan gelijang kenikmatan pada putting payudaranya. Sejenak rontaan tangannya mereda, dan tubuhnya melemas.

Melihat Dian yang sudah takluk akan jilatan dan kenyotan bibirnya, Udin tak langsung mendiamkan wanita jajahannya begitu saja. Dengan gerakan perlahan, Udin yang merasa jika sekujur batang penisnya sudah sepenuhnya masuk ke dalam vagina Dian, mulai menggerakkan batang panjangnya mundur

“Bener nih tante ga mau ngentot ama Udin…?” Tanya tukang ojek itu dengan nada menggoda sambil mulai menggerak-gerakkan batang penis yang sudah menancap dalam di vagina Dian.

Mendengar suara cabul Udin, Dian yang semula terlena seolah kembali tersadar.
“Bangsat lo Din… CABUT BANGSAT… CABUT….” Dian meronta lagi sejadi-jadinya.

Udin yang masih merasa diatas angin kembali menggoda keimanan vagina Dian. Dengan tak mengurangi gerakan-gerakan menyodok pelannya, ia terus menggoda liang kenikmatan Dian dengan batang penis raksasanya.

Udin tahu, jika walau Dian berkata bahwa ia sama sekali tak menginginkan persetubuhan yang terlarang ini, vagina Dian berkata hal yang berbeda.

Vagina Dian sudah sangat becek dan merekah merah. Lendir yang keluar dari akibat persetubuhan batang dan celah kenikmatan ibu satu anak ini pun tak dapat berbohong. Merembes, banjir keluar dengan derasnya dan mulai berubah menjadi busa-busa putih.

“Bener nih tante ga mau Udin entotin…?” Goda Udin
“Cabut Din… Cabuuuuuttt…” Ujar Dian sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Yaudah kalo tante nggak mau… Udin bakal cabut kontol ini…” ujar Udin santai. Dibenamkannya batang panjang miliknya itu untuk terakhir kalinya, sebelum ia benar-benar mencabut keluar secara perlahan.

“Ouuuhhhh….” Erang Dian ketika merasakan penis besar Udin itu terbenam seluruhnya kedalam liang kenikmatannya dan menyentuh dinding terdalam dari vaginanya.
“Titit Ojek kampung ini benar-benar enak… Titit ini mampu menggelitik vagina terdalamku…. Beda sekali dengan titit mas Loddy…. Benar-benar beda….” Galau batin Dian.

Matanya terpejam, dan bibir bawahnya tergigit.

Tiba-tiba, timbul perasaan galau dari dalam pikiran Dian ketika Udin mulai mencabut batang panjang penisnya. Dian merasakan sensasi yang aneh. Dian merasa begitu kosong. Dian merasa, seperti ada kesedihan yang mendalam seiring tercabutnya penis panjang Udin dari vaginanya.

Depresi di wajah cantik Dian terlihat begitu besar, dan entah apa yang ada dipikiran Dian saat itu sehingga pada akhirnya, kaki Dian mendadak merangkul pinggang Udin, menahan gerakan mundurnya dan meminta untuk maju kembali.

“Kok kaki tante nahan pantat Udin…? Tadi bilangnya suruh nyabut….?”

Galau, bingung, benci, dan pingin. Semua perasaan itu bercampur menjadi satu.

Memang sih, penis Loddy tak sebesar penis Udin.
Penis Loddy juga tak sepanjang penis Udin.
Dan yang paling nyata, penis Loddy tak seenak penis Udin.

Setetes air mata meleleh dari sudut matanya. Membayangkan kenikmatan dosa yang sedang ia lakukan. Dian harus segera memutuskan. Persetubuhan ini adalah salah. Benar-benar salah. Dian adalah wanita yang terhormat, walau ia tak menjabat apapun, namun di mata tetangga dan lingkungannya, derajat Dian cukup tinggi. Cukup disegani.

Disatu sisi, Dian sangat menginginkan persetubuhan ini, Dian sangat haus akan sensasi orgasme yang sudah lama tak ia rasakan dari penis Loddy, suaminya, dan entah kenapa, Dian mulai menikmati debaran aneh yang menggelora dalam dadanya dan vaginanya.

Namun, kembali Dian bimbang, tak peduli berpedoman pada alasan apapun, namanya selingkuh adalah hal yang sangat salah. Dian harus memutuskan sesuatu. Harus….

“Entot aku Din…” Desah Dian dengan bibir yang masih tergigit.
“Haah? Udin ga salah denger nih Tan…?” Tanya Udin.

“Gila… Kamu gila Dian… kamu bakal bercinta dengan orang yang sama sekali bukan suamimu” pikiran sehat Dian mencoba menyadarkannya “Dia hanyalah tukang ojek…”

Tapi, benar kata pepatah “Nafsu mampu merubah segalanya…”

“Iya… Entot aku Din…. Entot aku dengan kasar….” Pinta Dian dengan kalimat kotor.

Pada akhirnya, Dian tak bisa lagi menghiraukan akan segala macam norma ada yang berlaku. Saat ini, hanya satu hal yang benar-benar ia inginkan.

Mendapat kepuasan dengan maksimal.

Kembali, Dian menggerak-gerakkan kakinya yang masih melingkar di pinggang Udin. Kaki jenjang itu seolah meminta pinggang Udin untuk kembali maju, menabrakkan batang panjang penisnya ke liang senggamanya yang terdalam.

“Entotin aku Diiinnnn… Entotin aku….” Dian berkata tanpa berpikir.

Pikirannya seolah tertutup oleh kenikmatan dari penis besar Udin. Penis yang terasa seolah selalu bergetar di setiap saraf vaginanya. Vagina gatal yang selalu haus akan gelitikan urat-urat penis ojek kampung ketika meluncur keluar masuk.

Dian merasa penis Udin mampu menyentuh daerah terjauh vaginanya. Penis itu seolah menggapai dan menggaruk hingga sangat dalam, menekan rahimnya dengan keras setiap kali ia sodok.

“Tante bakal puas… Tante ga bakal kecewa… dan tante bakal menginginkan kontol Udin untuk selalu dapat memuaskan tante….”

Tanpa mengambil ancang-ancang, Udin segera menghajar liang senggama milik ibu kekasihnya itu. Menghajar dengan sekuat tenaga, menusukkan dalam-dalam penis berukuran ekstranya.

Tanpa rasa ampun.

“CPAK… CPAK… CPAK… CPAK… CPAK…”

Suara tumbukan penis dan vagina basah terdengar begitu keras di tengah suasana malam yang gelap ini.

“Ooouuhhh… Memekmu benar-bener enak Tan… Jauh lebih enak dari memek pelacur di kampung sebelah….” Desah Udin yang semakin mempercepat sodokan di vagina Dian.

“Kurang ajar, vagina terawat milikku dibandingkan dengan vagina pelacur murahan” batin Dian.

“Sumpah… Enak banget Tantekuuu….. sepertinya Udin bakal cepet keluar nih Tan, kalo peretnya memek tante kayak gini…”

Merasakan kenikmatan jepitan vagina ibu satu anak ini, Udin seolah kesetanan. Matanya merem melek, dan mulutnya terus melumat kedua putting payudara Dian. Seolah tak mau kalah, Dian pun merasakan hal yang serupa. Gatal di vaginanya seolah terobati oleh sodokan-sodokan kasar ojek kampung yang semula tak ia sukai itu.

Saat ini, Dian sama sekali tak merasakan adanya perasaan jijik sedikitpun ke Udin. Tak ada perasaan marah, ataupun benci. Dan anehnya, vaginanya yang beberapa saat tadi terasa begitu perih menyakitkan, akibat sodokan penis panjang Udin, saat ini tak terasa menyiksa lagi. Malah, penis besar, hitam, dan menyeramkan itu, sekarang terasa begitu enak.

“Tante… Udin mau keluar…” ujar ojek kampung itu tiba-tiba.
“Ooouuhh… Kamu pake kondom khan Din…?” Tanya Dian keenakan.
“Enggak.. Udin kalo ngentot da pernah pake kondom..”

“Sialan…” jerit Dian.
“Tapi tenang saja Tan… Tante ga bakalan hamil ketika pertama kali bercinta dengan orang baru… terlebih jika tante merasa keenakan” kata Udin dengan muka serius.

“Pemikiran bodoh, aneh dan menyesatkan darimana itu…?” Tanya Dian
“Dari teman-teman Udinlah Tan..” jawab Udin lagi.
“Cabut tititmu ketika kamu keluar… Jangan keluarin spermamu didalam memekku… ” Pinta Dian

Seperti sepasang pedagang dan pembeli yang sedang dalam proses negosiasi, Dian dan Udin pun tawar menawar sembari saling merasakan kenikmatan persetubuhan yang mereka lakukan.

“Yah… kalo ga boleh didalem, trus dikeluarin dimana donk…?”
“Dikamar mandi aja….”
“Nggak mau ah… Kalo Udin ga boleh keluarin peju di memek Tante, Udin mau Tante sepongin kontol Udin, trus pas Udin mau keluar, Tante telan peju Udin…”

“Nggak mau….”
“Yaudah… Kalo gitu Udin tetep keluarin peju Udin di memek Tante…” ujar Udin sambil terus menyodok-nyodokkan penis panjangnya ke Dian.

Seumur-umur, Dian belum pernah melakukan oral seks. Apalagi sampai menelan sperma lawan mainnya.

“Ternyata… Tante ga sehebat Mitha” Ujar Udin tiba-tiba sambil menghentikan gerakan sodok-menyodoknya.

“Kenapa dengan Mitha…?”
“Yaudah deh…. Gapapa… Kali ini Udin keluarin peju dikamar mandi… Besok pagi aja Udin minta Mitha buat nyepongin kontol Udin…”

DEG…

Kembali, detak jantung Dian seolah berhenti berdetak setelah mendengar kata-kata Udin barusan.

Tukang ojek ini bakal meminta putri satu-satunya buat mengoral penisnya jika Dian tak mau mengabulkan permintaannya. Dan seolah tahu akan kelemahan utama Dian, Udin menyengir lebar.

“Besok kamu minta Mitha nyepongin kontolmu Din…?” Tanya Dian bingung.
“Iyaa…. Abisan Tante ga mau nyepongin kontol Udin…” Jawab Udin enteng.
“Kalo tante sepongin kontolmu…. Kamu ga bakal minta ama Mitha lagi khan Din….?”
“Iya…. Kalo tante selalu muasin kontol Udin… Udin ga bakal minta Mitha lagi….”

Dian tak bisa berpikir jernih jika sudah disangkut pautkan dengan putri kesayangannya. Seolah kehilangan kesadaran, akhirnya Dian menyetujui permintaan aneh Udin.

“Jadi gimana tan? Tante bakal sepongin kontol Udin khannn…??” Tanya Udin yang seolah sudah tahu jawabannya
“I.. iya…. Din….” Jawab Dian terpaksa.
“Mulut tante bakal nerima pejuh Udin…?”
“Iya…”
“Tante bakal bakal telen pejuh Udin…?”
“……” tak menjawab pertanyaan terakhir Udin, Dian hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Gila Dian… Kamu sudah benar-benar gila…” Selama ini, membayangkan air mani saja sudah membuat Dian merasa mual, apalagi menelan sperma. Itu hal yang sangat menjijikkan, tapi, setelah dipikir-pikir, hal itu jauh lebih baik daripada kemudian ia mendapati dirinya hamil karena benih tukang ojek.

“Okelah kalo begitu… sekarang Tante bakal merasakan gimana nikmatnya kontol Udin…”

Merasa senang karena permintaaan Udin yang dikabulkan Dian, Udin kembali mengambil ancang-ancang. Membetulkan posisi paha Dian dan meletakkan betis kaki jenjang Dian pada pundaknya. Kali ini Udin bakal melancarkan sodokan-sodokan brutalnya dengan cara yang lebih brutal.

Dian yang sudah pasrah, mendadak merasakan kenikmatan dari hal yang dinamakan persetubuhan. Rasa nikmat yang sudah lama tak ia rasakan. Rasa nikmat yang sudah lama tak ia peroleh dari suaminya.

“Sssshh… Oooouuggghhh… Diiinnn… Sssshhhh…” Desah Dian.

Dian tak lagi banyak berbicara. Ia hanya mendengus dan mengerang. Dian mulai menyerah pada kenikmatan dan kedatangan gelombang orgasme dari batang panjang tukang ojek yang dulu ia benci.
Ibu 34 tahun ini terlihat begitu menikmati permainan cintanya yang ia lakukan dengan batang panjang milik pacar putrinya.

Dian mulai menancapkan kuku jemarinya dan melenguh begitu keras setiap kali Udin menyodorkan penisnya secara brutal dan tak menentu. Dian di ambang orgasmenya lagi. Namun kali ini gelombang orgasme yang akan datang, jauh lebih besar dari gelombang orgasme beberapa saat lalu.

Kakinya secara otomatis dia dirangkulkan ke pinggang Udin. Meminta-minta supaya Udin membenamkan dengan ganas semua batang panjang itu kedalam kemaluannya. Hingga pada akhirnya…

“Ooooouuuuggggghhh… Dddiiiinnnnnn….” Teriak Dian sembari mencakar punggung hitam Udin. Orgasme Dian pecah. Orgasme yang sudah lama ia nantikan akhirnya dapat ia rasakan juga. Orgasme besar yang baru kali ini ia rasakan. Orgasme yang ia peroleh bukan dari suami yang ia cintai.

“Udin juga keluar Tanteee…..” Teriak Udin sambil mencengkeram keras buah dada Dian. “Kita keluar bareng-bareng….”

“OOoooouuuggghhh….. “ tubuh Dian tiba-tiba mengejang. Punggungnya membusur kebelakang, kepalanya mendongak keatas dan bola matanya memutih terbalik. Dian merasa tubuhnya begitu hidup. Karena kedutan orgasme yang menyerang sekujur organ kewanitaannya begitu hebat.

“Ssshh…. Tantee….. Ennaaaakkk baaanngeeettt…. Ooouuuggghhhtt…..” Teriak Udin begitu batang penis panjangnya memuntahkan lahar kenikmatan.

Kaget mendengar teriakan Udin, Dian buru-buru sadar. “Oh tidak,” ujarnya tergagap “Tarik keluar din…”

Walau mendengar permintaan Dian, namun Udin sepertinya sudah tenggelam dalam kenikmatan yang ia terima dari vagina Dian. Alih-alih mencabut penis dari vagina, ia malah tersungkur jatuh kedepan. Menimpa tubuh sintal Dian.

Telat. Penis Udin memuncratkan tujuh gumpalan panas ke dalam vagina Dian. Tujuh gumpalan sperma yang langsung memenuhi rongga rahimnya. Tujuh gumpalan sperma yang bakal membuat Dian hamil.

Tapi entah apa yang ada di pikiran Dian saat itu. Karena walau baru saja menerima semua sperma tukang ojek kampung itu, Dian hanya bisa terdiam sambil sedikit tersenyum.

“Panas sekali sperma tukang ojek ini…” batin Dian.

Untuk beberapa saat, kedua insan ini menghentikan segala aktifitasnya. Mereka saling tindih dengan nafas yang putus-putus.

Dian yang merasa bahagia akan efek euforia orgasme hanya bisa tersenyum mendengar gombalan tukang ojek ini.

Orgasme kali ini benar-benar terasa begitu dahsyat, bahkan walau sudah 5 menit orgasme, vaginanya masih terasa berdenyut hebat. Vaginanya masih terasa kesemutan.

“Tante… kalo Udin mau ngentotin lagi… Tante masih kuat…?” bisik Udin sambil mengecupi pipi ibu satu anak ini.
“Emangnya titit kamu masih bisa bangun lagi Din…?” Tanya Dian heran.
“Kontol tante…. Bukan titit…titit mah punya anak kecil… kalo punya udin namanya kontol..” koreksi Udin.
“Eh iya… kontol…” ujar Dian langsung mengoreksi kalimatnya.

Udin hanya tersenyum melihat ibu kekasihnya ini pasrah menerima semua perlakuannya.
“Bisa donk tante….” Jawab Udin enteng sambil mulai menggerak-gerakkan batang penis panjangnya yang masih menancap erat di vagina Dian.

Dian langsung merintih lirih begitu merasakan penis lembek Udin yang mulai bergerak keluar masuk lagi.

“Gimana rasanya kontol Udin tan…? Enak nggak?” Tanya Udin sembari terus menggerak-gerakkan penisnya maju mundur.

Dian mengangguk.

Merasa reaksi Dian kurang menggemaskan, Udin kembali bertanya. “Gimana tan? Jawab donk… gimana rasanya…?”
“Enak Din….Enak…”
“Yakin bener-bener enak….?” Goda Udin lagi.
“Iya… Din… Bener-bener enak….”
“Enak mana ama kontol suami tante…?”

DEG

Tiba-tiba Dian kembali teringat akan suaminya yang saat ini sedang tak ada di rumah. Suami tercinta yang saat ini sedang Dian dustai. Suami setia yang yang saat ini sedang Dian selingkuhi.

“HAP…” Udin tiba-tiba sambil mencaplok payudara gedhe Dian.
“Ooouugghh…” seolah terkaget akan perselingkuhan yang belum terselesaikan ini. Dian segera tersadar.
““Enak mana tan…?” Tanya Udin lagi sambil memilin-milin putting payudara Dian yang bebas. “Enak kontol Udin atau enak kontol suami tante…?”

Perlahan namun pasti, birahi Dian yang baru saja terpuaskan oleh persetubuhannya dengan tukang ojek ini meninggi, seiring jilatan lidah kasar Udin di payudara Dian. Perlahan namun pasti, vagina yang masih saja berkedut dahsyat karena orgasme, mulai melelehkan lendir kewanitaanya karena goyangan penis lembek udin yang keluar masuk.

Perlahan namun pasti, Dian mulai menikmati perselingkuhan kilatnya ini. Dan perlahan namun pasti, sensasi nikmat penis Loddy, tergantikan oleh batang panjang menyeramkan milik Udin. Hingga pada akhirnya, air mata Dian menetes ketika menjawab pertanyaan Udin barusan.

“Kontolmu Din…” Jawab Dian sambil menatap tajam sosok pria yang sedang menyetubuhinya itu.
“Kenapa tan…? Udin nggak denger….”
“ENAKAN KONTOLMU DIN….”
“Hehehehe… makasih ya tan… memek tante juga enak banget…”

“Maafkan adek mas…. “ batin Dian “Adek tak bisa menjaga kesucian pernikahan ini…. Adek tak tahu harus melakukan apa guna mencegah perselingkuhan nikmat ini…”

Dian tahu, jika apa yang ia lakukan malam ini adalah sebuah kesalahan. Dian juga tahu jika tak sepantasnya ia bercinta dengan pacar putrinya. Namun satu hal yang tak bisa Dian pungkiri.

Persetubuhan yang baru mereka lakukan belasan menit dengan tukang ojek ini, jauh lebih nikmat daripada persetubuhan yang ia lakukan belasan tahun dengan suami tercintanya.

“Tante… coba deh tante sepongin kontol Udin…” mendadak, tukang ojek yang sedang menggerakkan pinggangnya maju mundur, mencabut batang penis panjangnya dan menyodorkan pada mulut Dian.

“ASTAGA…. BESAR SEKALI DIN….” Bisik Dian histeris sambil menutup mulutnya. Dian tahu jika Udin memiliki penis yang sangat besar, namun Dian tak tahu jika penisnya sebesar itu.

Selama ini, yang Dian tahu tentang penis udin hanyalah dari photo-photo yang ada di laptop Mitha. Namun hal itu sangatlah berbeda, karena setelah mengetahui bagaimana kondisi batang kelamin yang menjuntai panjang dari selangkangan tukang ojek langganannya itu, Dian baru sadar, jika penis Udin yang sebenarnya jauh lebih besar daripada photo yang ada di laptop putrinya.

Penis udin yang walau belum ereksi sepenuhnya, sudah membengkak sebesar pergelangan tangan Dian. Penis itu terlihat begitu menyeramkan dengan ditambah oleh urat-urat hitam yang tumbuh di sekujur batang penisnya.

“GILA… ternyata aku baru saja disetubuhi oleh botol air mineral…” ujar Dian dalam hati. “Pantesan, penis ini tadi terasa begitu menyakitkan….”

Jemari lentik Dian perlahan mulai menyentuh batang penis Udin yang menggelantung lemas. Dengan seksama, Dian memeriksa batang raksasa milik pacar putrinya.

“Tititmu kok bisa besar sekali sih Din…? Mana Hitam sekali… ?” Tanya Dian sambil berulang kali membalik-balik batang hitam yang berlumuran lendir vaginanya itu.
“Kontol tante… Kontol… bukan titit..” koreksi Udin lagi.
“Eh iya… Kontol…”
“Gak tahu tan… dari lahir kontol Udin emang udah seperti ini…”

Iseng, Dian tiba-tiba ingin mengurut batang penis panjang yang ada di hadapannya. Dan begitu diurut, dari lubang kepala penis Udin, ternyata masih ada beberapa tetes sperma yang muncrat. Mengenai mulut serta hidung Dian.

“Hahahahahaha…” melihat Dian terkaget-kaget, mendadak Udin tertawa.
“Masih ada aja Din pejuhmu….”
“Iya donk… Udiiinnn…..” bangga ojek kampung sialan itu.

Wajar memang jika Udin berbangga ria akan kehebatan batang kejantanannya itu. Karena walau Dian tak pernah tidur dengan lelaki lain, seorang pria akan merasa begitu hebat jika ada wanita yang memuji kemampuannya diatas ranjang.

Mendengar Udin yang masih berbangga ria, entah mendapat semangat dan dorongan darimana, Dian mendadak merasa ingin mengetahui sebatas apa kemampuan dirinya dalam memuaskan lelaki.

“Din… boleh nggak…?” Tanya Dian malu-malu.
“Pengen apa ya tan…?”
“Hmmm…. Tante pengen…..”

“Pengen apa tantekuuu…?”
“Tante pengen sepongin kontol panjangmu…”
“Hahahaha… idih tante… kok sekarang kamu nakal sih…?”

Sekarang, Dian, ibu satu anak ini merasa seperti kembali ke masa beberapa tahun silam. Masa dimana dia dan suaminya sedang akan melakukan malam pertama. Masa pacaran ketika pernikahan baru saja akan dimulai.

Masa dimana seks terasa serba malu-malu. Namun bedanya, di hadapan Dian bukanlah Loddy suaminya. Melainkan Udin, ojek kampung yang beberapa saat lalu sangat ia benci.

“Boleh ya Udin sayaaannggg….?”
“Bentar-bentar… kamu mamanya Mitha khan…? Bukan pelacur kampung sebelah…?” ujar Udin sambil menjauhkan pinggangnya dari mulut Dian. Sengaja mencegah Dian ketika ingin melahap kepala penisnya.

“Kamprett.. Lagi-lagi Udin sialan ini membandingkanku dengan pelacur murahan…” sengit Dian dalam hati “Namun masa bodoh-lah… yang jelas, aku pengen ngerasain kenikmatan orgasme lagi…”

“Iya, aku Dian, mamanya Mitha…” ujar Dian singkat
“Yakin… kamu tante Dian? ”
“Iya…emangnya kenapa?”
“Abisan…. Kok sekarang tingkah lakunya mirip pelacur?”

“Aku bukan pelacur… aku mamanya Mitha…”
“Ahh… kamu bukan mamanya Mitha… kamu pasti pelacur…” canda Udin lagi sambil kembali menjauhkan batang penisnya dari mulut Dian. “Soalnya cuman pelacur yang mau nyepongin kontolku…”

“Udiinnn…..siniin…”
“Ngaku dulu donk.. kamu pelacur apa bukan…? Kalo kamu bukan pelacur, kamu ga boleh nyepong kontolku…” goda udin lagi.

“Iyaaaa… Aku pelacur… aku bukan mamanya Mitha…” kata Dian “Sekarang.. kesiniin kontolmu…” tambah Dian sebelum akhirnya menerkam panjang Udin ke dalam mulutnya.

Lidah Dian segera berlari kesana-kemari, menjilati batang penis ojek kampung itu hingga benar-benar bersih dari lumuran sperma dan lendir vaginanya. Melumati kepala penis pacar putrinya sambil sesekali menyedot lubang kencing itu kuat-kuat hingga tak tersisa setetes sperma sedikit pun.

Ini adalah seks oral pertama yang pernah ia lakukan. Bagi Dian, seks oral adalah persetubuhan yang jorok, kotor dan penuh kenajisan. Sudah berulangkali Loddy mengajak Dian untuk melakukan seks oral, tapi Dian tak pernah sekalipun mengabulkan ajakan suami tercintanya.

Namun anehnya, malam ini Dian begitu antusias untuk mencoba melakukan oral seks yang tak pernah ia sukai dengan orang yang sebelumnya ia benci. Dian melakukan oral seks dengan Udin, ojek kampung bau yang memiliki batang penis ekstra besar.

“Tante tuh salah satu pelacurku..” ujar Udin sambil kembali memaju mundurkan kepala Dian kearah Batang penisnya.
“Tante… Aku mau ngentotin tante lagi…” Ucap Udin singkat sambil mencabut penisnya yang sudah kembali tegang dan memukul-mukulkannya ke mulut Dian.

“ Tante… emangnya tante selalu sebinal ini?” Tanya Udin.
“Enggak… Tante tak pernah seperti ini… sebenarnya tante malu, tapi masa bodoh…”
“Yaudah… kalo gitu sekarang tante telentang….” Ucap Udin sambil mencabut batang penis panjangnya dari mulut Dian.
“Bentaran Din… aku belum puas ngenyot-kenyot kontolmu… kesini’iiiiiinnnn…” pinta Dian binal sambil menggapai-gapai kea rah Udin.

Udin sama sekali tak menggubris permintaan Dian. Ia segera menuju kearah tubuh bawah Dian. Dengan tegasm Udin meminta Dian untuk membalikkan tubuhnya yang semula telentang menjadi tengkurap. Dan dengan cekatan, Udin mengangkat pinggang Dian guna memposisikan Dian supaya nungging.

“Aku mau DOGGY tan…” ujar Udin santai sambil mulai menepuk-tepukkan batang hitam kemerahan yang ada di pangkal selangkangannya dengan bersemangat.

“PEK…PEK…PEK …” suara yang dihasilkan dari tumbukan batang penis Udin dan vagina basah Dian.

“Basah bener memek kamu tante…. Udah sange banget ya?
“Hhhmmm…Ho’oh…”
“Kontolku ini akan memuaskan dirimu lagi malam ini…”

Perlahan-lahan, Udin mendorong kepala penis hitamnya masuk ke dalam celah kenikmatan Dian.

“Pelan-pelan din… sakit….” Rintih Dian manja.
“Tenang tante… Tahan dikit…. Ntar pasti enak lagi…”
“Oooouuuhhh…. Pelan-pelan diiiinnnn….”
“STOP DIN…. Stop…. Memekku terasa begitu penuh…”
“Laaaaahh…. Tapi khan batang kontolku belum masuk semua tan?”

Kalimat Udin kembali menyadarkan Dian, jika melakukan persetubuhan dengan posisi doggy ini membuat batang penis Udin yang ekstra besar ini terasa jauh lebih panjang jika dibandingkan melakukan persetubuhan dengan gaya biasa.

“Serius?…. “ Tanya Dian seolah tak percaya.
“Beneran tan… nih…” kata Udin yang langsung melesakkan batang penisnya hingga mentok.
“Ooouuugghhh…. Besar sekali kontolmu din….”
“Memangnya kontol suami tante tak seperti ini ya?”
“Setengahnya pun tak sampe Din….”

“Hahaha… “

Ketika Udin kembali mencoba melesapkan batang panjangnya dalam-dalam. Serangkaian orgasme dalam vagina Dian pun langsung terbangun kembali. Dia tidak pernah merasakan kenikmatan seperti ini dalam lima belas tahun pernikahannya.

Orgasme yang tiap kali ia rasakan ketika bersama Loddy, suaminya, terasa begitu kecil, sangat jauh berbeda dengan orgasme yang diberikan oleh Udin. Dan bedanya lagi, walau telah beberapa menit lalu Dian baru saja diberi orgasme oleh Udin, orgasme itu tak segera menghilang. Orgasme itu selalu ‘mengetuk’ dinding vagina Dian setiap kali Udin menggerakkan penisnya.

Semenit, dua menit, tiga menit.

Orgasme dari Udin tak juga kunjung berhenti. Dian mengalami Multi orgasme.

“Bentar Din…. Bentar….. jangan buru-buru nyodokin kontolnya…”
“Kenapa tan?”
“Aku masih pengen ngerasain kedut-kedutan orgasme barusan…”
“Hahahaha… “ Lagi-lagi Udin tertawa terbahak-bahak…” Tante mirip ama perawan deh, kayak nggak tahu apa-apa…”
“Ahhh Udin… khan tante juga pengen ngerasain enaknya kedutan itu…”
“Hahaha… kalo sama Udin, tante bakal terus ngerasain kedutan itu kok tan… tenang saja… tante bakal ketagihan terus…”

Udin kembali mempergencar sodokan batang penis pada vagina ibu satu anak itu. Makin lama makin kencang dan cepat. Hingga kedua insan yang sedang dilanda nafsu birahi ini kembali melenguh-lenguh keenakan.

“Gimana rasanya kontol Udin tan….?” Tanya udin sambil terus mempercepat tumbukan batang penisnya dalam-dalam ke celah kenikmatan Dian.
“Sssshh… enak Din…. Enak banget…” rintih Dian

Merasa Dian sudah dimabuk birahi, tangan hitam Udin dengan perlahan mulai meremas pipi pantat Dian, mengusap dan terkadang menepuk pelan.
“Goyangan pantatmu sungguh seksi tan…”
“OOooouuhh… sodokan kontolmu juga nikmat Din…”

“CPEK…CPEK…CPEK…” Suara sodokan demi sodokan yang sudah tak lagi terhitung jumlahnya, terdengar begitu membahana. Berisik sekali.

Walau saat ini Dian sedang berada di kamar Mitha putrinya, Dian seolah tak peduli. Ia terus melenguh dan mengembik keenakan. Dian pun seolah tak peduli jika seandainya Mitha dapat mendengar persetubuhan ibunya yang dilakukan ketika ayahnya tak berada dirumah.

Lagi-lagi, Dian hanya memikirkan satu hal. Ia hanya ingin mendapatkan kenikmatan dan kepuasan maksimal dari penis ojek kampung ini.

Berulang kali, Dian melenguh dan menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba mengimbangi kenikmatan yang diterima oleh liang vaginanya. Hingga tiba-tiba, Udin meluncurkan salah satu ibu jarinya turun kedalam lubang anus Dian.

Dian yang merasa tekanan pada lubang pantatnya langsung menghardik lirih.
“Hei Udin…. Itu… Itu lubang pantatku.”
“iya… Udin tahu tan….” Ujar Udin santai sambil terus menggelitik lubang anus Dian dengan mendorong ke bawah ibu jarinya masuk lebih dalam.

Pada awalnya Dian merasa sangat tidak nyaman dengan apa yang ibu jari Udin lakukan pada lubang anusnya, namun karena gelijang kenikmatan pada vaginanya semakin menggila, akhirnya Dian membiarkan ibu jari ojek kampung itu bermain-main di dalam lubang anusnya.

Malah, sekarang Dian mulai menyukai gelitikan ibu jari itu.

Orgasme kedua setengahnya pun mulai datang. Dan seolah lupa akan rasa risih yang diterima Dian pada anusnya, Dian yang merasa orgasmenya akan datang beberapa saat lagi, kembali berteriak-teriak histeris.
“Ya Tuhan, Udin… entot tante Dinn….colok bo’ol tante… sodok Din… Sodoookk…”

Ttak mensia-siakan permintaan nakal Dian, Udin segera mendorong ibu jarinya masuk dan keluar dari lubang pantat Dian, seiring dengan sodokan batang penisnya

“Ooouuuhhh… aku keluar lagi Diinnn….”

Satu orgasme sempurna tampaknya tak mampu dibendung Dian. Menyebabkan Dian tumbang kedepan, merangsek lembutnya kasur dengan sprei yang tak terpasang rapi.

Melihat Dian yang kelelahan, Udin mencabut penis dan ibu jarinya. Namun

“Jangan dicabut Din…” bisik Dian dengan nafas yang tersengal-sengal ke Udin.
“Jangan dicabut Din.. Lagi…Jangan pernah sekalli-kali mencabut jempolmu dari bo’olku….” Suaranya begitu lembut, hingga saking lembutnya, Dian tidak yakin Udin bisa mendengarnya.
“Lagi din… lagi…”

ketika gelombang kedut orgasme Dian mulai mereda, Dian segera melonggarkan otot pantatnya dan menyodorkan lubang anus itu ke Udin.

“Sodok bo’olku Din…” ujar Dian. Entah darimana ide buruk itu, tapi Dian sepertinya sama sekali tak menghiraukan.
“Sodok Diiinnnn….”

Udin tak mengira akan efek dari gelitikan ibu jari pada lubang anus Dian akan menjadi seperti ini. Ojek kampung ini merasa begitu beruntung. Ia sama sekali tak menyangka akan mendapat partner seks yang sebinal ibu satu anak ini.

“PLOP….” Suara batang penis Udin ketika tercabut dari kenyotan dinding vagina Dian.

Segera saja Udin membawa kemaluannya mendekat kearah lubang anus Dian yang masih kuncup saking ketatnya. Dengan penis yang masih berlumuran campuran sperma dan lendir kenikmatan ibu satu anak ini, Udin mulai melesakkan kepala penisnya ke dalam lubang anus Dian.

“Anjriiitt… tante, lubang bo’olmu sempit sekali..” jerit Udin

Dian mendesis lirih…

“Terus Dinnn…”

Semula, Dian yang masih dalam kondisi orgasme berpikir jika Udin menyodok lubang anusnya dengan ibu jarinya, akan tetapi begitu batang kecil itu mulai masuk, ternyata pemikiran Dian salah. Yang Udin tusukkan ke lubang anus Dian bukanlah ibu jarinya, melainkan kepala penis Udin yang berukuran ekstra besar.

“Ya Tuhan… Udin… yang kamu masukkin bukan ibu jari kamu?”
“Shhh… Tan… enak banget…”
“Hhheeeggh… stop Din.. stop… besar banget…. Bool tante bisa sobek Dinn… Stoppp…”
“Ooouuhh… ketat sekali tantee… ” gerutu Udin

“Bentar lagi juga bakal terasa enak..”
“Tidak Din… tidak … kontolmu kegedhean Din ” Mata Dian tergulung keatas karena menahan rasa sakit yang mendera lubang anusnya.

Merasa penolakan yang amat gencar dari Dian, mau tak mau membuat Udin harus memutar otak. Dan seketika, Udin mendapat jalan keluar itu.

“Coba bentar ya tan… Udin juga pengen ngerasain enak…” pinta tukang ojek mesum itu.
“Enggak Din… aku udah ga kuat sama sakitnya…”
“Coba nikmatin aja dulu tante… Udin khan pengen nyobain enaknya ngentotin bo’ol mamanya Mitha…”

“Rasanya perih banget Din… Ga enak…Saaakiiiiit …”
“Yaudah…. Kalo gitu Udin pengen nyobain di bo’ol Mitha aja…”

Mendengar kalimat Udin barusan, Dian merasa bimbang. Entah pemikiran darimana, Dian mendadak merasa cemburu pada Mitha putrinya. Tak seharusnya ia memperoleh lelaki dengan penis yang sangat memuaskan seperti ini. Udin harusnya hanya milik Dian seorang. Udin tak boleh bersama Mitha.

“Jangan Din…!” Ujar Dian dengan nada emosi yang bingung.

Dian berpikir jika kalimat “Jangan” barusan jalan tidak untuk melindungi putrinya dari kebrutalan penis Udin. Dian menipu dirinya sendiri hingga batinDian membenarkan perselingkuhan nikmat ini.

“Jangan Din… Jangan…. Sodok bo’olku aja Din… Jauhkan kontolmu dari pantat Mitha…” Pinta Dian sambil mendorong paksa pantatnya kembali tertusuk penis besar Udin.

“Serius tan…?” Tanya Udin yang tak percaya jika trik tentang Mitha selalu saja berhasil.
“Iya Din… Jangan entotin bo’ol Mitha… entotin aja bo’olku Din…”

“Hahahaha…” Udin kembali tertawa senang. “Tante Dianku.. Kamu memang pelacur murahan… Udin benar-benar beruntung bisa mendapatkanmu…”

“Udah-udah… Ntar aja rayu-rayuannya… sekarang buruan sodok bo’olku…”
“Kamu memang hot tan… benar-benar hot.. ”

Udin yang merasa mendapat persetujuan Dian, mulai melanjutkan pengeboran penisnya. Batang penis yang sudah setengah tenggelam ke dalam anus Dian, mulai ia paksa masuk kembali.

“Apa yang terjadi pada diriku…? Apa aku sudah menjadi seorang pelacur murahan….?” Tanya Dian dalam hati.

Beberapa saat lalu, Dian adalah seorang istri yang setia. Istri yang memiliki harkat dan derajat yang tinggi. Istri selalu menjaga harga diri dan kehormatannya.

Namun, hanya karena luapan nafsu birahinya, dalam waktu beberapa jam Dian telah berubah menjadi seperti seorang pelacur. Yup. Istri sekaligus pelacur bagi orang lain. Istri yang telah menelan sperma lelaki lain.

Istri yang telah membiarkan penis lelaki lain menumpahkn sperma dalam vaginanya. Istri yang telah mencoba menikmati seks anal. Istri yang selalu haus akan kepuasan seksual.

“Aku memang pelacur murahan… aku memang selalu haus akan kenikmatan seksual…”

Dian yang semula hanya berdiam diri, sekarang mencoba merasakan kenikmatan dari anal seks bersama tukang ojek langganannya itu. Dengan masih dalam posisi pantat yang menungging, Dian berusaha menstimulus titik rangsangnya sendiri. Dian tak mau dirasa seperti gedebog pisang yang diam saja ketika ditusuk tongkat wayang.

Sementara Udin masih menyodokkan penis pada lubang anusnya dengan brutal, Dianpun tak mau kalah, karena ia mulai memperkerjakan kedua tangannya. Tangan kiri Dian memilin putting payudaranya dan tangan kanan mengobel vaginanya.

“OOuuugghh….Udin… aku mau keluar lagi…” desah Dian yang semakin mempercepat kobelan jemari lentik pada vaginanya.
“Udin juga tante… Udin udah ga sanggup lagi nahan enak ini…” balas Udin yang juga menggerak-gerakkan goyangan pinggulnya dengan brutal.
“Sodok yang kenceng Din… sodok terus…”

Tangan kiri Dian yang semula pinta memilin puting payudaranya, berpindah ke pantat Udin. Dan memintanya untuk menyodok-nyodok lubang anusnya dengan lebih cepat lagi.
“Terus Din.. Terus….” Jerit Dian beringas, hingga akhirnya…

“Aku keluar Din….. aku keluar…” jetir Dian histeris, disertai dengan cengkraman jemari tangan kirinya pada pantat hitam Udin
Tak perlu waktu lama bagi Udin untuk bisa sampai pada puncak kenikmatannya. Karena segera saja, tumpahan sperma dari batang panjang ojek kampung ini membanjiri rongga anus Dian dengan sperma panasnya.

Sperma yang memenuhi pantat Dian langsung meluap-luap keluar dari lubang anusnya. Mengalir turun seiring tarikan Udin ketika mencabut kemaluannya keluar. Walau ini adalah ejakulasi Udin yang kedua, mash sempat-sempatnya ia menembakkan beberapa tetes air mani ke pantat, punggung dan rambut Dian.

Karena merasa begitu lelah, tubuh Udin yang masih berada dibelakang Dian melemah dan ambruk ke depan. Menabrak punggung Dian lalu tergolek lemas tak berdaya. Selama beberapa saat mereka saling tindih, saling melekatkan tubuh antara satu dan lainnya. Nafas kepuasan mereka berdua kejar-kejaran dan cucuran keringat membasahi keduanya.

Sebenarnya Dian sama sekali tak menyukai acara tempel-tempelan badan seperti ini. Badan yang bermandikan keringat, lendir vagina dan sperma seperti ini. Tapi mungkin karena Dian sama sekali tak memiliki tenaga lagi untuk bergerak, dengan terpaksa, ia merelakan tubuh mungil langsingnya tertindih oleh badan bau Udin.

Kondisi kamar yang sebelumnya bising karena lenguhan dan teriakan kenikmatan mereka, mendadak menjadi sunyi senyap. Hanya menyisakan suara desahan nafas dan detak nadi kepuasan yang mencoba memulihkan diri.

“Bo’olmu begitu enak tan.. sempit dan legit…” puji Udin sambil menjatuhkan dirinya ke samping tubuh Dian.

Dian yang sedari tadi masih dalam posisi telungkup, karena merasa pegal akan himpitan pada payudaranya, akhirnya menelentangkan badan juga. Sambil menatap langit-langit kamar, ia menjawab kalimat Udin dengan pertanyaan.

“Berapa umurmu Din?” Tanya Dian sambil tangan nakalnya meraba tubuh Udin guna mencari-cari batang panjang lembek milik Udin. Dan begitu batang itu dapat ia temukan, secara tak sadar jemari lentiknya mulai mengurut batang itu dengan perlahan.

“Dua puluh tahun tan…”
“Udah berapa banyak wanita yang telah kamu tidurin…?”
“Wanita? Remaja atau ibu-ibu?”
“Berarti sudah sangat banyak ya Din…?”

Udin tak menjawab pertanyaan terakhir Dian. Ia hanya menoleh ke arah pemilik suara indah itu, tersenyum dan mengecup kening Dian.

“Kamu suka Mitha Din?” tanya Dian lagi
“Suka tan…. Udin suka banget ama dia…” jawab Udin.
“Kamu udah tidurin dia?”

Mendengar pertanyaan Dian barusan. Penis lembek Udin tiba-tiba mulai mengeras, perlahan makin keras seiring urutan yang dilakukan jemari tangan Dian.

“Belum sih tan … tapi rencananya begitu …” Ujar Udin malu-malu. “Aku akan menidurinya… Dan kuharap, pelayanan seks Mitha sehebat tante…”
“Kapan…? Din…”

“Bego banget sih kamu Dian…” batin ibu satu anak ini.

Pertanyaan barusan, mungkin pertanyaan terbodoh yang pernah seorang ibu lontarkan kepada pacar anaknya. Karena Dian tahu, cepat atau lambat, ojek kampung ini bakal mengambil keperawanan putri satu-satunya itu.

Lagi-lagi, Udin tak menjawab pertanyaan Dian ini, ia kembali mengecup kening Dian.
“Aku tak tahu tan… secepatnya…”
“Secepatnya…?”

“Iya tan… secepatnya… karena beberapa hari lalu Mitha sendiri yang minta Udin untuk segera mengambil keperawanannya…”

“Serius Din…?”
“Iya… Anak tante benar-benar binal…. Udin yakin tan… Jika kelak Mitha dewasa, dia akan menjadi pelacur kelas atas…”

Sejenak Dian tak bisa membayangkan akan perkataan Udin barusan. “Pelacur kelas atas….”

“Rencananya… Mungkin Udin bakal nidurin anak tante minggu depan…”
“Hhhh….” Dian tak menjawab, ia hanya bisa menghela nafas panjang. Ia tahu, tak mungkin baginya untuk menyurus Mitha atau Udin guna menunda persetubuhan itu. Karena Mitha dan Udin sedang cinta-cintanya. Dan ketika muda-mudi sedang dilanda cinta, tak ada satupun hal yang bisa menghalanginya.

“Tapi sepertinya Udin bisa kok memperawani Mitha setelah dia menginjak usia delapan belas tahun, asal…” Udin menghentikan kalimatnya dan menatap Dian dalam-dalam.
“Asal apa Din….?”

Udin tersenyum lebar sambil mencubit puting payudara Dian “Asal…. Kontol Udin selalu mendapat kepuasan dari pemilik pentil ini… yah sampai waktu itu datang….”
“Sampai Mitha menginjak delapan belas tahun ya Din…?”
“Iya tan… hingga tiga tahun kedepan….”

Mendengar rencana ojek kampung itu, Entah kenapa Dian merasa agak sedikit lega. Ibu satu anak ini merasa jika apa yang baru saja dikatakan oleh Udin, adalah merupakan petunjuk yang dapat Dian gunakan melindungi keperawanan Mitha dari Udin. Sekaligus supaya dirinya dapat menikmati persetubuhan ini hingga putrinya dewasa.

“Ini salah… ini gak bener…” Batin Dian kembali bergejolak.
“Aku harus menghentikan ini semua …. hal ini sama sekali tak boleh lagi dilanjutkan…” Pikir otak sehat Dian.”Namun…”

“Okelah kalo begitu… tante hargai keputusanmu… dan sebagai imbalannya…”
Dian beranjak bangun dari posisi telentangnya, tubuhnya meluncur turun ke arah kaki tempat tidur dan bergerak ke arah selangkangan Udin.

Dengan penuh kasih sayang, Dian mencium ujung kepala penis ojek kampung itu. Dan sebelum Dian mencaplok penis Udin, kembali ia berkata “Kamu boleh menikmati tubuhku Din… hingga tiga tahun kedepan…”

adminmarket
https://puripanteagarden.com

Leave a Reply