Rina duduk di pematang sawah yang kering akibat kemarau berkepanjangan. Di depannya terlihat ibunya yang sedang kencing tanpa malu dan atau mencoba menutupi kegiatannya. Mau tak mau, Rina melihat urin yang keluar dari selangkangan mamanya. Teriknya matahari membakar wajah dan atau kulit Rina. Juga membuat tenggorokan Rina kering.

Selain ibunya, Rina juga sering melihat tante dan bahkan kakaknya kencing di hadapannya. Detik berganti dengan menit dan menit pun silih berganti.

Kini Rina telah memiliki anak bernama Erna. Seorang siswi menengah pertama yang sudah mulai mens sedari dasar. Detik berganti dengan menit dan menit pun silih berganti.

Rina memilah isi keranjang pakaian kotor putrinya lantas mengeluarkan cd kotor putrinya. Rina hirup aromanya. Terlihat secuil bercak kekuningan yang lantas Rina jilat dan hisap meski tidak mengeluarkan tetesan.

Setelah dirasa puas, Rina mengambil cd putrinya lantas ke kamarnya dan mengunci pintu. Setelah terkunci Rina langsung merebahkan diri di lantai tanpa pusing – pusing ke kasurnya. Rina kembali menikmati cd putrinya itu.

“Kenapa bersih amat sih membersihkan memeknya?” batin Rina sambil menghirup aromanya.

Saat tangan kiri memegang cd putrinya, tangan kanan Rina langsung menyusup ke dalam cdnya sendiri lantas mengelus – elus klentitnya sendiri. Elusan tangan di kelentitnya membuat Rina cepat keluar. Aneh, padahal saat bercinta dengan suaminya, Rina tak pernah keluar secepat ini.

Meski telah keluar, namun Rina merasa belum puas seutuhnya. Dengan enggan, Rina kembalikan cd putrinya ke keranjang sebelumnya. Saat di kamar putrinya, Rina melihat wadah tissue yang kosong. Rina lantas ke warung dengan maksud membeli tissue.

Baru saja melangkah dengan pasti keluar pintu rumah, Rina dikejutkan oleh seorang kakek yang memegang tongkat di tangan kiri sedang tangan kanan dalam posisi meminta.

Rina tidak merasa iba, namun tangannya tetap memberi recehan.

“Terimakasih bu, semoga rezekinya semakin banyak dan segala maksud dan tujuan tercapai.”

“Iya, sama – sama kek.”

Di perjalanan, tiba – tiba Rina merasa mendapat wangsit yang mengatakan agar Rina membeli Tisu yang banyak.

“Wah, jangan – jangan ini efek sedekah kali?” batin Rina.

DI rumah, tisu yang banyak itu Rina ambil satu bungkus lantas ditaruh di kamar putrinya. Sisanya Rina ambil dan diremas hingga membentuk bola. Bola – bola tisu itu lantas disumpal ke jalur pembuangan di kamar mandi.

+-+

Setelah selesai menyumpal, Rina sabar menanti kepulangan putrinya.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam. Ayo makan dulu, udah mama siapin perkedel buat kamu.”

“Asik. Wah, ini ada kelapa muda siapa nih mah?”

“Siapa yah? Siapa lagi kalau bukan buat kamu.”

Erna makan dengan lahap, tanpa berganti pakaian terlebih dahulu. Dulu Rina suka menyuruhnya untuk langsung ganti pakaian, namun Erna jarang menurut. Akhirnya Rina biarkan saja.

“Gimana sekolahnya sayang?”

“Gak gimana – gimana mah. Ini beli di mana sih mah, air kelapanya banyak bener. Dagingnya malah sedikit.”

“Tadi ada yang lewat. Tumben kamu sudah pulang jam segini.”

“Yah mama, pulang jam segini dibilang tumben. Giliran telat setengah jam aja dimarahi.”

“Namanya juga orangtua. Wajar kalau cemas. Apalagi zaman sekarang.”

“Emang kenapa kalau zaman sekarang mah?”

“Mama takut kamu dibawa temen terus diapa – apain.”

“Diapa – apain bagaimana?”

“Mama takut kamu diculik sayang.”

“Mama mah gitu aja ngomongnya. Bukannya ngomong yang baik – baik. Ya udah, biar gak ada yang nyulik, ntar – ntar pulangnya minta dianterin temen deh.”

“Temen siapa? Pacar? Kamu belum boleh pacaran, masih kecil.”

“Emang kenapa mah? Temen aja udah banyak yang pacaran.”

“Pokoknya gak boleh.”

“Ya udah, Erna mau kerjakan pr dulu di rumah temen.”

“Temen siapa?”

“Sukma mah.”

“Ganti dulu pakaiannya.”

“Iya dong mah.”

@@@

“Mah, kayaknya kamar mandinya mampet tuh.”

“OH gitu? Ya udah ntar nunggu papa dibetulin deh.”

“Oh, yang udah Erna pamit dulu ya. Assalamualaikum.”

“Waalaikum salam.”

Begitu putrinya keluar, Rina langsung melepas busana hingga tiada sehelai benang pun menempel di tubuhnya. Rina lantas beranjak ke kamar mandi. Di kamar mandi terdapat genangan air agak kekuningan campuran urin anaknya dengan air.

“Untung gak kencing di kloset,” batin Rina.

Rina lantas berlutut dan kedua tangannya menyentuh lantai. Mulutnya mulai minum mencicipi. “Ohhhh…” lenguh Rina. Lantas kembali minum. Tangan kanan Rina mulai mengelus klentitnya. Elusan dan tegukan membuat Rina keluar dan kembali melenguh. “Ohhh…”

Tubuh Rina mengejang hingga membuatnya tak tahan berlutut. Rina berbaring di lantai dan langsung terpaku saat melihat wajah putrinya yang terlihat jijik.

Saat mata Rina mulai berkedip, putrinya melangkah pergi. Dapat Rina dengar suara pintu depan yang ditutup dengan keras.

* * *

“Erna mana mah?”

“Lagi kerja kelompok pah di rumah sukma.”

“Sampai jam segini?”

“Iya. Katanya juga mau sekalian nginep.”

“Tumben mama izinin.”

“Iya pah, mama juga mesti belajar memberinya tanggung jawab. Lagian dia juga udah mulai gede.”

“Wah, ada apa nih tumben – tumbenan.”

Setelah meluangkan waktu di tempat pemakaman umum setempat, Erna mulai memikirkan langkah yang akan diambil. Memang, saat butuh ketenangan, Erna lebih memilih menyepi di tempat pemakaman umum.

Sekitar jam sembilan malam, Erna datang tanpa dendam, dia terima keadaannya.

“Lho, katanya mau nginep di rumah temen, kok gak jadi?”

Erna diam menyadari pertanyaan mama. Setelah menebak arah pembicaraan, maka Erna pun buka mulut, “Iya, gak jadi mah, males ah.”

“Betul itu, apalagi ayah tidak setuju kamu bermalam di rumah teman.”

“Iya yah. Erna tidur dulu.”

***

Rina mendesah gelisah saat sedang digauli oleh suaminya. Bahkan hingga suaminya tidur, pikiran Rina masih melayang menyadari ketenangan anaknya.

***

Sekitar dua minggu Rina menderita akibat anaknya tidak berbicara dengan dia. Namun, Rina tak berani berbicara lebih dahulu. sumber Ngocoks.com

“Cukup satu kata, kenapa?”

Rina paham akan maksud dan tujuan dari pertanyaan putrinya itu. “Kehidupan rumah tangga, meski terlihat bahagia tapi tetap membuat mama stress. Memang kadarnya tidak separah orang lain. Tetap saja, keinginan untuk membahagiakan suami dan melihat kamu sukses terkadang membuat urat syaraf mama menegang.

“Namun, saat mama mencium aromamu, aroma pakaianmu, mama merasa mendapat pelarian dari stress dan tuntutan kehidupan. Mama seperti mendapat wangsit, keseimbangan, nilai plus dan min.

“Mama merasa plus mama terpenuhi saat menjalankan peran sebagai seorang istri dan atau ibu. Lantas, mama merasa min mama terpenuhi saat mama melakukan apa yang, mungkin bagi orang lain, kotor.”

Hening.

Hening..

Hening…

“Kalau memang itu yang mama mau, biar Erna bantu mama mengekspresikan diri tanpa khawatir akan penilaian dari Erna. Itu juga kalau mama setuju.”

“Maksudmu apa?”

Tangan Erna lantas mengelus kepala mama. Rina diam saat kepalanya dielus putrinya. Saat elusan sedikit menggenggam, maka kepala Rina mengikut langkah tangan putrinya.

Rina kini berlutut seiring dengan tekanan pada kepalanya. Tanpa Rina sangka, kepalanya masuk ke dalam rok pendek yang dipakai putrinya hingga wajahnya mengenai celana dalam putrinya.

“Minum semua mah, hisap dan jilat kalau perlu!”

Sebelum benar – benar mengerti perkataan putrinya, tiba – tiba wajah Rina basah oleh urin yang merembes dari celana dalam putrinya. sumber Ngocoks.com

Setelah paham, Rina membuka mulut dan berusaha membuat urin putrinya masuk ke mulut. Setelah tak ada lagi aliran urin yang keluar, Rina meneguk hingga habis. Karena masih basah, celana dalam putrinya dihisap oleh Rina.

“Enak. Terus jilat… Oh… Buka mah, buka cd Erna!”

Rina menurut. Dengan tangannya Rina menurunkan CD putrinya hingga lepas. Setelah itu, kepala Rina kembali dibimbing menuju ke selangkangan putrinya.

“Bersihin dong mah”

Jilatan Rina semakin semangat saat kepalanya dielus – elus.

“Enak mah… Terus jilat… ahhh… disana mah… ah…”

Rina menghentikan jilatan saat putrinya orgasme. Rina biarkan tubuh putrinya menikmati hasil dari jilatannya.

“Sudah mah ah, capek. Rina mau rebahan dulu.”

“Iya nak.”

Rina senang akhirnya putrinya mau berbicara dengannya.

Rina senang akhirnya putrinya mau memenuhi keinginannya.

Rina senang akhirnya apa yang dilakukannya kembali diulangi oleh putrinya.

Jika dan hanya jika putrinya mengelus kepalanya, maka Rina pasrahkan kepalanya dipandu oleh tangan kecil putrinya.