Rabu, 1 Februari 2023 “Kursi 3B dan 3C ya pak, baik silahkan ditunggu, 30 menit lagi armadanya berangkat” Seraya mengucapkan Terimakasih, aku berjalan meninggalkan counter tiket salah satu PO Bus menuju ke ruang tunggu dan menghampiri seorang wanita yang duduk di salah satu kursinya.

Oh ya Perkenalkan saja namaku Ivan, umur hampir kepala 3 dan saat ini aku masih menjadi salah satu karyawan di sebuah perusahaan telekomunikasi. Dan yang bersamaku kali ini adalah calon istriku (semoga) hehehehe.

Mengapa aku tak begitu yakin dia mau menerimaku yah sebab kami sekarang tidak pacaran atau punya status yang jelas, kami hanya saling dekat dan saling tahu tentang masing-masing pribadi kami, dan kepribadiannya itu yang membuatku nyaman.

Lalu bagaimana bisa sekarang kami terdampar di terminal bus seperti ini?. Singkatnya ia ingin pulang ke kampung halamannya di salah satu kota di provinsi tertimur pulau Jawa, sebab ia ingin menghadiri pernikahan sepupunya dan keluarganya mendesaknya untuk pulang berhubung ia juga sudah hampir 6 bulan tidak pulang kampung.

Lalu aku menawarkan diri untuk menemaninya pulang dengan alasan mumpung bertepatan dengan aku yang ambil cuti (sebenarnya tidak juga) dan aku ingin sesekali liburan di desa karena penat dengan segala hiruk pikuk kota besar.

Lantas apa dia langsung mengiyakan? Oh, tentu tidak, aku perlu berjuang meyakinkan dia dengan segala cara agar dia mengijinkanku menemaninya pulang hingga sampai akhirnya disinilah kami, sedang menunggu bus yang akan mengantarkan kami ke kota tempat ia lahir dan besar.

Aku rasa pembaca Ngocokers juga paham, alasan terbesarku ngotot ingin ikut ke kampungnya bukan karena ingin liburan, sebenernya sudah sejak lama aku memendam perasaanku ke dia,

Dan aku rasa ini saat yang paling tepat untuk mengutarakan perasaanku sekaligus aku ingin bertemu keluarga besarnya dan meminta izin untuk menjadikannya sebagai istriku.

Agak nekat sih memang, bagaimana kalau ternyata nanti ditolak? Atau bagaimana kalau orangtuanya tidak setuju jika anaknya menikah dengan orang yang berasal dari kota yang jauh?

Tapi yasudahlah setidaknya aku sudah mencoba masalah hasilnya biar nanti aja gimana, setidaknya aku tidak mati penasaran dan kalaupun harus mundur aku bisa mundur dengan kepala tegak sebab aku sudah berusaha.

Sedikit informasi tentang wanitaku ini, umurnya 24 tahun dengan tinggi sekitar 160 cm, dengan badan yang ideal (cenderung sedikit berisi) dan wajah yang menurutku benar-benar sempurna, terlebih lesung pipinya menambah kesempurnaan di wajahnya yang berkulit putih,

Sehari-hari dia mengenakan pakaian yang sopan dan berhijab, namun sesekali dia juga tidak canggung untuk tampil modis tetap dengan identitas hijabnya, anak ini juga pandai sekali merias diri, jadi aku merasa dia tidak pernah tidak cantik saat kami bertemu.

Dan 1 hal yang paling membuatku dan keluargaku terkesan adalah sikapnya yang begitu santun serta tutur katanya begitu lembut , sebab itu juga mamaku begitu senang saat dia beberapa kali main ke rumahku.

Dan mendesakku untuk menjadikannya istri sebelum diserobot orang lain, sepertinya mama juga tahu tentang perasaanku pada wanita ini, yah tentu saja ku perjuangkan sebisaku.

Kaami berkenalan sekitar 7 bulan lalu , saat ia main ke rumahku. Dia adalah rekan kerja adik perempuanku. Yap, aku punya seorang Adik perempuan usianya juga 24 tahun , dan mereka berdua kerja di tempat yang sama, di sebuah pabrik.

18.50 WIB. Yuk naik, Busnya udah mau berangkat

Kuajak ia untuk bergegas menuju bus yang akan membawa kami malam ini. Sebuah Bus Double Decker dengan livery khasnya yang tentu tidak asing bagi para pecinta bus.

Pilihanku kali ini aku ingin duduk di kursi executive class di bagian bawah yang jauh lebih private dibandingkan kursi bagian atas, karena hanya terdiri dari 6 kursi dengan konfigurasi 1×2 dan 2 kursi sleeper class di bagian depanya.

Kenapa aku bilang private, yah karena di bagian depan kursi sleeper class, dan bagian belakang kursi executive class masing-masing tertutup oleh pintu, jadi tidak akan terganggu dengan lalu lalang penumpang lain kecuali penumpang dari 2 kelas ini yang hanya 8 orang, itu pun kalau terisi semua.

Kami lantas Duduk di kursi 3B dan 3C, yang mana ini adalah baris paling belakang dan berada di pojok kanan bus, dibelakang kami adalah toilet namun itu sudah terpisah oleh pintu jadi tidak masalah jika ada orang yang menggunakannya.

Mas ih…., beneran ini mas mau ikut ke kampungku? … ia membuka percakapan sesaat setelah ia meletakkan pantatnya di kursi yang dekat dengan kaca bus.

Lah, kan udah di atas bis, masa iya becanda sampe beli tiket segala sih.. Jawabku sambil meletakan ransel yang ku bawa ke tempat penyimpanan.

Enggak, aku Cuma bingung aja nanti kalau dirumah ditanyain sama keluarga, lama gak pulang tiba-tiba bawa cowo, sampe sekarang aja aku belum ngabarin ke orang rumah kalau mas ikut.

Yah kan kayak yang mas bilang kemarin, mas nanti sampai kotanya aja nginep di hotel yang di kota, atau kan disana banyak tempat wisata yang di gunung gitu kan, mas bisa cari penginapan disana, ntar kalau mau jalan jalan pas siangnya kita bisa ketemuan gitu.

Sampai moment ini aku masih berkilah dan belum mau menjelaskan alasan sebenarnya, belum sekarang, sebentar lagi sampai momentumnya tepat.

Bus yang kami tumpangi juga berjalan membelah keramaian lalu lintas ibukota. Detik dan menit berlalu hingga tak terasa hujan mulai turun di luar seperti mendukung segala suasana pernyataan cintaku malam ini.

Sejauh ini aku dan dia hanya berpikir santai saja seperti biasanya, aku tak ingin membuat ketersediaan apa pun sampai kapan pun nanti tiba.

Tak terasa bus ini melaju mulus di jalan tol dan tak mengambil penumpang lagi di tempat lain, sepertinya akan langsung pol gas menuju tujuan, perjalanan ini akan menempuh waktu kurang lebih 9 Jam hingga sampai ke kota tujuan kami.

Lalu crew bus membagikan Snack dan minuman kepada penumpang dan dari situ aku tahu bahwa di ruangan ini hanya ada kami berdua sebagai penumpang dan satu orang lagi di sleeper class.

Menurut crew tersebut memang di tengah pekan seperti ini penumpang cenderung sepi kalaupun ramai pasti di deck atas yang jadi favorit Para penumpang lain.

Tak lama kru tersebut meninggalkan kami, lalu lampu di ruangan kami dimatikan hingga hanya menyisakan suasana remang, namun aku masih bisa melihat dengan jelas wajah cantik dari wanitaku ini yang tengah menatap pemandangan jalan di balik kaca. Ku genggam tangannya yang seketika membuatnya terkejut aku

Bersambung…